KabarSunda.com- Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, mengungkapkan keseriusannya dalam membangun Jawa Barat yang harus benar-benar memperhatikan kondisi lingkungannya.
Hal ini menjadi landasan Kang Dedi Mulyadi atau KDM demikian sapaan akrabnya, karena sejalan dengan kebijakan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto yang menyatakan jangan ada lagi sawah yang dialihfungsikan.
Dalam upaya mewujudkan keseriusannya tersebut, sebelum menjalani pelantikan, KDM mengundang jajaran Bidang Penataan Ruang pada Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk melakukan pertemuannya di kediamannya, yang dipublikasikan melalui kanal YouTubenya.
Di awal pertemuannya, KDM mengungkapkan bahwa suatu pembangunan harus diawali dengan menyusun konsep tata ruangnya.
KDM juga menyebutkan bahwa sekarang ini harus mengubah tata ruang Jawa Barat.
Karena saat ini tata ruangnya banyak yang tumpang tindih dan tidak ada kesinkronan dengan kabupaten/ kota.
“Tata ruang di Jawa Barat harus dikembalikan pada tata ruang yang memiliki akselerasi leluhur, artinya harus sesuai dengan fitrah penciptaan-Nya. Jawa Barat kan diciptakan saat Tuhan sedang tersenyum. Artinya indah, gunung biru menjulang, air sungainya mengalir berkelok-kelok jernih hingga lautan, dan sawahnya tersusun rapi,” tutur KDM.
Untuk diketahui pernyataan KDM soal Jawa Barat diciptakan saat Tuhan sedang tersenyum, itu dilansir dari AI google.com, merupakan pernyataan Martinus Antonius Weselinus Brouwer (MAW Brouwer) seorang pastur, psikolog, dan budayawan Belanda yang pernah tinggal di Bandung, yang menuliskan bahwa “Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum”.
Kalimat itu semakin terkenal, setelah tulisannya diabadikan di salah satu dinding jembatan penyeberangan orang di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung.
Sebelumnya, kalimat terebut ditulis MAW Brouwer dalam sebuah koran nasional pada 10 Juli 1975.
Kecintaannya terhadap Tanah Pasundan bersemi ketika ia melihat pemandangan gunung-gunung indah dan bunga-bunga mekar di Sukabumi pada 1950an.
Dalam pertemuan dengan jajaran Bidang Penataan Ruang pada Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Pemprov Jabar, yang di antaranya hadir Plt Kabid Penataan Ruang, Marlina Lucianawati, KDM mengawali dengan pertanyaan, mengapa di kawasan-kawasan pinggir jalan dengan tebing yang curam diizinkan penambangan?
Menjawab pertanyaan tersebut, jajawan Pemrov Jabar itu menyatakan bahwa hal itu terjadi karena diperbolehkan dalam aturannya namun ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi penambang.
Jawaban tersebut tampak seperti sudah diprediksi KDM bakal terungkap dari para birokrat tersebut. Lantas KDM pun memotongnya dengan menyebutkan jika hanya menyertakan tambahan syarat tapi penambangannya dibolehkan, akan sulit diawasi apakah syaratnya dipenuhi atau tidak.
Untuk itu, KDM langsung meminta jajaran birokrat tersebut untuk menyiapkan tim ahli yang netral.
“Bayarnya mahal juga tidak apa-apa. Provinsi harus bisa membuat blok-blok tata ruang. Agar kabupaten/kota bisa menyesuaikan,” ungkapnya.
Dalam membuat blok-blok tata ruang Jawa Barat ini baik KDM maupun jajaran birokrat sepakat harus mengacu pada tata ruang sebelumnya sesuai sejarah yang terbaik, yakni ke Belanda.
Mereka menyebut tata ruang Jawa Barat telah dirancang pemerintah Kolonial Belanda dengan baik karena lebih komprehensif.
Bahkan, Dedi Mulyadi memerintahkan Marlina membuat tim kemudian terbang ke Leiden di Belanda, untuk mendapatkan data tata ruang Jawa Barat yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Perjalanan luar negeri ini bahkan akan didanai oleh jatah anggaran perjalanan dinas luar negeri Dedi Mulyadi sendiri yang sudah dihapus.
“Karena perjalanan dinas luar negeri saya dihapus, silakan untuk ibu saja pergi ke Belanda. Untuk mengambil dokumen tata ruang, sejarah, bahasa. Sok pergi kesana dengan tim ahlinya. Termasuk dapatkan dokumen peruntukan gedung hingga irigasi. Karena kita sekarang ini salah tidak mengikuti alur yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Belanda. Konsep tata ruang kita ini kacau saling tumpang tindih. Ada yang sebelah untuk pariwisata dan sebelah lagi buat industri padahal dalam satu Kawasan,” jelasnya.
Pada kesempatan itu tampak Marlina pun sangat senang dan penuh semangat untuk pergi ke Belanda demi mendapatkan data-data tata ruang Jawa Barat di negeri Belanda.
Kemudian, pembicaraan pun berkembang jadi topik sistem transportasi yang paling ideal di Jawa Barat.
Marlina menyebutkan bahwa transportasi paling ideal untuk menjadi tulang punggung transportasi di Jabar adalah kereta api.
Hal ini pun diamini oleh Dedi Mulyadi yang menyatakan kereta api lebih cocok jadi tulang punggung transportasi di Jabar, daripada jalan tol.
“Kereta api itu tidak menghabiskan banyak tanah. Terus angkutannya bersifat massal, karena sekali ngangkut 1.000 orang,” kata Dedi Mulyadi.
Ia mengatakan selain lebih hemat biaya pembangunan karena tidak membutuhkan banyak pembebasan lahan, sistem perkeretaapian pun cenderung lebih ramah lingkungan.
“Kemudian masuk ke gunung-gunung, dia masuk ke hutan-hutan, lereng-lereng, perbukitan, tanpa melukai. Aduh hebat!” katanya dengan antusias.
Marlina kemudian menyatakan bahwa sebenarnya di Jawa Barat sudah ada sejumlah jalur kereta api yang tinggal dihidupkan kembali, atau direaktivasi.
Dedi Mulyadi pun kemudian setuju untuk mereaktivasi semua jalur kereta api di Jawa Barat.
“Seluruh peninggalan Belanda ini kita reaktivasi lagi menjadi jalur transportasi darat di kita. Segera ibu bikin rancangannya, 2026 kita mulai aktifkan,” katanya kepada Marlina.
Dedi Mulyadi mengatakan jika PT KAI sebagai penanggung jawab perkeretaapian di Indonesia membutuhkan dukungan, pihaknya siap menggelontorkan anggaran dari hasil efisiensi APBD Jabar selama ini.
Selain digunakan untuk memperbaiki jalan provinsi pada 2026 dengan dana Rp 1 triliun, Dedi Mulyadi mengatakan masih ada sekitar Rp 4 triliun yang sebagiannya bisa digunakan untuk mendukung reaktivasi ini.
“Karena bagi saya, jalan provinsi tahun depan paling hanya butuh Rp 1 triliun lagi. Kita masih ada eksisting uang Rp 4 triliun yang bisa reaktivasikan kereta api. Dengan saya pasti tercapai!” katanya.
Wacana reaktivasi jalur kereta api ini pernah digaungkan oleh Gubernur Jabar sebelumnya, Ridwan Kamil, dan Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin.
Secara bertahap, PT KAI pun sudah mereaktivasi kembali sejumlah jalur, di antaranya Cibatu-Garut dan Cipatat-Cianjur-Sukabumi.
Jalur kereta api yang masih bisa direaktivasi dan telah menjadi perhatian pemerintah baik pusat maupun provinsi, di antaranya adalah:
Jalur Banjar-Pangandaran-Cijulang
Jalur Bandung-Bojongsoang-Banjaran-Soreang-Ciwidey
Jalur Garut-Cikajang
Jalur Rancaekek-Tanjungsari
Jalur Padalarang-Cipatat
Proyek ini sudah disebut dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2021 tentang Percepatan Pembangunan Kawasan Rebana dan Kawasan Jawa Barat Bagian Selatan serta Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.