Pemprov Jabar Sepakati Masjid Al Jabbar Dikelola BLUD

Masjid Al Jabbar akan dikelola oleh Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). 

KabarSunda.com- Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat (Jabar), Bey Machmudin menyambut baik usulan Masjid Al Jabbar dikelola oleh Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Hanya saja, kata dia, proses alih kelola oleh BLUD ini memerlukan kajian mendalam dan harus ada dampak positif untuk masyarakat.

“Ya, kami sangat mendukung kalau menjadi BLUD. Tapi kan kalau BLUD itu harus ada kajian dulu, kajian itu bagaimana dampak pada masyarakat,” ujar Bey, Kamis, 6 Februari 2025.

Artinya, kata dia, jika sudah dikelola BLUD, ke depan akan ada pemasukan dan dilakukan pengembangan di kawasan Masjid Al Jabbar.

“Apakah masyarakat mau menerimanya atau BLUD itu kawasan sekitar dikembangkan lagi menjadi misalnya kawasan religi seperti itu,” katanya.

Pada prinsipnya, Pemprov Jabar sangat mendukung karena ke depan, tidak perlu lagi mengeluarkan anggaran untuk biaya perawatan.

“Nanti kan artinya kalau sudah menjadi BLUD, anggaran di pemerintah kan berkurang atau malah setop. Nah, apakah bisa mampu meliharanya, jangan sampai terbengkalai. Jadi kita harus berpikir jernih, duduk bersama, bagaimana ini kajiannya,” ucapnya.

“Tapi jangan menjadi lebih rendah standar pelayanannya itu,” tambahnya.

Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono, mengusulkan agar Pemerintah Provinsi Jabar membuat Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk pengelolaan Masjid Raya Al Jabbar.

Sebab, biaya perawatan Masjid Al Jabbar setiap bulannya mencapai Rp 42 miliar.

“Evaluasi saya soal pembiayaan pemeliharaan yang perbulan Rp42 miliar ini kan sangat membebani APBD, di sisi lain kita harus fokus ke prioritas pembangunan infrastruktur, ruang kelas baru masalah pangan dan lain sebagainnya,” ujar Ono.

Melalui BLUD, kata Ono, nantinya pengelolaan Masjid Al Jabbar ini dapat dilakukan secara mandiri. Terlebih nantinya bisa dijadikan sebagai objek wisata religi andalan Jabar.

“Sehingga ke depan menurut saya, Al Jabbar di BLUD saja. Biar mereka secara mandiri mengelola Al Jabbar sebagai tempat ibadah, sebagai wisata religi dan bisa membangkitkan UMKM di wilayah sekitarnya. Jangan lagi membebankan APBD Jabar,” ucapnya.

Menurutnya, Masjid Al Jabbar yang dibangun di masa kepemimpinan Gubernur Ridwan Kamil, tidak diperhitungkan sampai ke perawatan dan hanya fokus pada infrastruktur yang ikonik.

“Catatan saya bahwa pemerintahan Ridwan Kamil itu hanya mampu membangun bangunan yang ikonik, yang megah yang wah, tapi belum sampai pada wilayah bagaimana pemeliharaan, bagaimana pengelolaan,” katanya.

Kondisi ini, kata dia, sangat tidak adil untuk masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat lainnya dari program-program Pemerintah Provinsi.

“Tidak fair juga bagi rakyat jika APBD terus menerus dialokasikan ke Al Jabbar dan bangunan lain yang ikonik itu. Masih banyak rutilahu yang belum terurus, jalan yang masih rusak, sekolah yang butuh ruang kelas baru,” ucapnya.

Apalagi, kata dia, belakangan ramai soal biaya pembangunan Masjid Al Jabbar ini menggunakan dan pinjaman program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) saat Covid-19.

“Setiap tahun kita Rp500 miliar membayar cicilan yang selesainya 2029, itu jadi konsekuensi yang harus diterima,” katanya.

Diharapkan, kata Ono, kepemimpinan Gubernur terpilih tidak banyak membangun alun-alun dan bangunan ikonik lainnya.

“Jangan ada lagi pembangunan alun-alun, tugu atau bangunan yang megah tapi tidak berefek kepada permasalahan dasar rakyat tadi. Mau tidak mau karena utang sudah berjalan KDM (Dedi Mulyadi) harus menjalankan itu,” katanya.