Hukrim  

Peringati Hakordia, Sebutan Korupsi Diganti Jadi Maling

Skor IPK di Indonesia saat ini mengalami penurunan yaitu menjadi 34 dari 38.

KabarSunda.com- Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan Kementerian Kebudayaan Restu Gunawan mengusulkan agar pemerintah mengganti sebutan korupsi menjadi kata yang lebih melokal seperti maling.

Usulan itu dilontarkan Restu saat menjadi pembicara di Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024 yang digelar di Gedung Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan.

Restu menjelaskan bahwa kata korupsi berasal dari negara barat, sehingga membawa kesan elit. Bagi masyarakat Indonesia yang nilai budaya sosialnya tinggi, penyematan kata tersebut tidak memberikan efek jera, sekalipun pelakunya diberikan hukuman penjara.

“Nenek moyang kita, kalau orang yang mengambil sesuatu yang bukan miliknya disebut maling, disebut garong, disebut macem-macem,” ucap Restu dihadapan puluhan pejabat aparat penegak hukum pada Senin, 9 Desember 2024.

Ia mengusulkan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pembuat undang-undang lebih berani merumuskan sanksi yang bisa memberikan efek jera sosial. Menurutnya, bagi masyarakat Indonesia, sanksi sosial lebih berdampak dibandingkan sanksi lainnya.

Restu menyebut kalau orang keluar dari penjara disebut koruptor, ia masih memiliki rasa bangga, karena itu artinya orang tersebut berstatus sebagai pemimpin projek dalam program pemerintah.

Dalam forum yang digelar oleh PTIK itu, Kepala Korps Pemberantasan Anti Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Inspektur Jenderal Cahyono Wibowo mengatakan bahwa skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia saat ini mengalami penurunan yaitu menjadi 34 dari 38.

Semakin rendah angka IPK, menunjukan semakin banyak tindak pidana korupsi dalam sebuah negara. Dengan angka tersebut, Indonesia berada di peringkat 115 dari 118 negara di dunia.

“Dimana secara global negara-negara di dunia itu skornya adalah 43,” kata Cahyono