KabarSunda.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengantongi pihak-pihak yang menikmati uang korupsi pengadaan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk (Bank BJB) senilai Rp 222 miliar.
Namun status hukum Eks Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil pada kasus penempatan dugaan korupsi beban promosi umum dan produk bank pada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) sebesar Rp1.159.546.184.272. antara lain berupa beban promosi umum dan produk bank sebesar Rp 820.615.975.948,- belum jelas.
Menurut Eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap, yang rumahnya terlebih dahulu digeledah sebelum dipanggil, maka dia Ridwan Kamil Sanksi Kunci di Kasus Penempatan Iklan Bank BJB, pertama mengungkap perkara ini sejelas jelasnya,atau yang kedua ada kaitannya dengan kasus nya atau bagian dari perbuatannya.
Penggeledahan ini yang cari berkaitan dengan barang bukti bukanya orang. Kasus ini sangat mengagetkan publik, termasuk presiden ke 7 Joko Widodo saat ditanya wartawan terkejut.
Lanjut Yudi, Pasca tidak terpilih Ridwan Kamil sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta sempat beberapa lama tidak tampil di media, namun begitu tampil setelah rumahnya digeledah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” itu rumah kediamannya ,bukan kantor”.
Ketika rumah kediaman digeledah berarti ada sesuatu yang intimate terkait dengan perkara dengan artian bukan mecari legal formal. dan dari laporan Ketua KPK ada barang bukti berupa dokumen yang disita dan sedang diteliti.kata Yudi di kanal Youtube Novel Baswedan.
“Berarti benar apa yang sudah dilakukan oleh penyidik KPK terkait penggeledahan rumah RK, tidak ada target atau pesanan seperti yang dituduhkan ke KPK dalam kasus Hasto” jangan sampai KPK ini dikatakan edisinya siapa”. kasus Bank BJB ini terkait dengan belanja iklan yang merugikan keuangan negara ratusan miliar,” nggak kebayang iklannya kayak apa BJB” dan kalau ratusan miliar itu akan kelihatan, ketika sudah ada perhitungan, berarti sudah dilihat kosnya.
Menarik kata Yudi, bahwa ketika seseorang rumahnya di geledah oleh penyidik, sementara yang bersangkutan belum dilakukan pemeriksaan, berarti yang beresangkutan statusnya diatas saksi. Biasanya penggeledahan yang dilakukan penyidik awalnya kantor atau rumah tersangka.
Penggeledahan rumah kediaman Ridwan Kamil oleh KPK ini ada yang urgen menurut Penyidik KPK,makanya walaupu Ridwan Kamil yang notabene belum dilakukan pemeriksaan baik penyelidikan maupun penyidikan..
Sudah benar apa yang sudah dilakukan oleh penyidik KPK terkait penggeledahan rumah Ridwan Kamil, karena yang dicari barang bukti, bukan orang. Penggeledahan ini merupakan kewenagan penyidik untuk mencari karena diduga tempat tersebut ada atau disembunyikan barang bukti.
Tapi, ketika awal pos penyidikan ada seseorang bukan tersangka rumah digeledah terlebih dahulu sebelum dipanggil, maka yang bersangkutan saksi kunci. Saksi kunci ini yang pertama bisa mengungkap perkara ini sejelas-jelasnya, atau ada kaitannya.
Dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK, bukan sekedar memperkuat alat bukti yang ada, tetapi KPK juga mengembangkan perkara. Seperti apa kasus ini,KPK harus tegas dan segera umumkan dari pada keburu rame, dan banyak penanya melalui pesat WhatsApp warwtawan kepimpinan dan Jubir KPK.
KPK pasti riskan menetapkan orang tersangka sebelum dilakukan pemeriksaan karena putusan MK, nanti takutnya KataYudi, ini akan menjadi bumerang buat KPK karena statusnya tidak jelas, namun tindakan KPK mengarah ngarah ke status yang lebih tinggi dari saksi.pungkasnya.
Dugaan korupsi beban promosi umum dan produk bank pada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) nilainya capai Rp 1.159.546.184.272. Antara lain berupa beban promosi umum dan produk bank sebesar Rp 820.615.975.948.
Dari realisasi beban promosi umum dan produk bank tersebut, di antaranya Rp 801.534.054.232 dikelola oleh Divisi Corporate Secretary (Corsec) Widi Hartoto.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kerugian keuangan negara akibat kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk atau Bank BJB mencapai Rp 222 miliar.
“Kerugian negara pada perkara ini dalam proses penyelidikan sebesar kurang lebih Rp 222 miliar,” kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis, 13 Maret 2025.
KPK pun telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini, yakni, Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi, Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB Widi Hartoto, Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Kin Asikin Dulmanan.
Kemudian, Pengendali Agensi BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE) Suhendrik, serta Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) Raden Sophan Jaya Kusuma.
Budi menjelaskan, dalam kasus ini, Bank BJB merealisasikan Belanja Beban Promosi Umum dan Produk Bank yang dikelola oleh Divisi Corporate Secretary (Corsec) sebesar Rp 409 miliar untuk biaya penayangan iklan di media TV, cetak, dan online lewat kerja sama dengan enam agensi selama periode 2021-2023.
Keenam agensi dimaksud adalah PT CKSB (Rp 105 miliar), PT CKMB (Rp 41 miliar), PT Antedja Muliatama (Rp 99 miliar), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (Rp 81 miliar), PT WSBE (Rp 49 miliar), dan PT BSC Advertising (Rp 33 miliar).
KPK menemukan fakta bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan agensi hanya menempatkan iklan sesuai permintaan Bank BJB, serta penunjukan agensi dilakukan dengan melanggar ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa.
Budi mengatakan, terdapat selisih uang dari yang diterima oleh agensi dari Bank BJB dengan yang dibayarkan agensi ke media sejumlah Rp 222 miliar.
“Uang Rp 222 miliar itu digunakan sebagai dana non-budgeter oleh Bank BJB yang sejak awal disetujui oleh Yuddy Renaldi bersama-sama Widi Hartoto untuk bekerja sama dengan enam agensi,” ujarnya.
Budi mengatakan, terjadi perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto. Keduanya diduga mengetahui dan/atau menyiapkan pengadaan jasa agensi tahun 2021-2023 sebagai sarana kickback.
Mereka juga mengetahui dan/atau memerintahkan pengguna barang untuk bersepakat dengan rekanan jasa agensi dalam penggunaan kickback.
Tak hanya itu, keduanya mengetahui dan/atau memerintahkan panitia pengadaan untuk mengatur pemilihan agar memenangkan rekanan yang disepakati.
“Dari Rp 409 miliar yang ditempatkan, dipotong dengan pajak kurang lebih Rp 300 miliar, hanya kurang lebih Rp 100 miliar yang ditempatkan sesuai dengan riil pekerjaan yang dilakukan,” kata Budi.
“Itu pun kami belum melakukan testing secara detail terhadap Rp 100 miliar. Namun, yang tidak riil ataupun fiktif kurang lebih jelas sudah nyata sebesar Rp 222 miliar selama kurun waktu 2,5 tahun tersebut,” ujar dia.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).