Dirut Bank Bjb Mundur Setelah KPK  Nyatakan Status Hukum Iklan Bjb Naik Penyidikan, Adakah Hubungannya?

Yuddy Renaldi selaku Direktur Utama  Bank Bjb mengundurkan diri dari jabatannya.

KabarSunda.com- Yuddy Renaldi selaku Direktur Utama  (Dirut) Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bjb) mengundurkan diri.

Pengunduran diri Yuddy diungkapkan Ayi Subarna, Corporate Secretary Bank Bjb dalam keterangan resminya, Selasa, 4 Maret 2025.

Ayi mengungkapkan, Bjb telah menerima surat pengunduran diri Yuddy Renaldi selaku Direktur Utama Perseroan pada 4 Maret 2025.

“Pengunduran diri tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan alasan pribadi,” jelas Ayi.

Ayi menambahkan selanjutnya permohonan pengunduran diri tersebut akan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Tahun Buku 2024 (RUPST TB 2024) sesuai dengan Anggaran Dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Kegiatan usaha, operasional dan layanan perseroan tetap berjalan dengan normal sebagaimana mestinya. Seluruh jajaran manajemen dan karyawan tetap berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik kepada nasabah serta menjaga kinerja perusahaan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik,” ujar Ayi.

Pengunduran diri Yuddy ini setidaknya mengundang pertanyaan ditengah sederet dugaan praktik korupsi yang menerpa Bjb.

Apalagi, pengundurannya tak lama setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan  proses hukum iklan Bjb dari tahap penyelidikan baru mau naik ke tahap penyidikan.

Adakah hubungan dengan pengunduran diri Yuddy tersebut dengan langkah hukum baru yang dilakukan oleh KPK? Walahua’lam.

Kabar baru penanganan korupsi iklan Bjb ini disampaikan Direkur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu.

“Saya tidak tahu yang di sana tapi yang jelas di sini masih tetap jalan,” kata Asep Guntur, di Jakarta Selatan, Kamis, 20 Februari 2025.

KPK menyatakan proses penanganan perkara dugaan korupsi dana iklan Bank Bjb masih berjalan.

Asep juga menegaskan, tidak ada pelimpahan perkara ke aparat penegak hukum (APH) lain, dalam hal ini Kejari Bandung.

KPK juga belum mendapat informasi perihal penanganan perkara rasuah di Bank Bjb oleh Kejari Bandung.

Asep menyebut belum ada pemeriksaan saksi dalam kasus korupsi ini, karena prosesnya dari tahap penyelidikan baru mau naik ke tahap penyidikan.

Apabila surat perintah penyidikan atau sprindik terbit, baru bisa dilakukan upaya paksa, pemanggilan, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, dan lainnya.

Sebelumnya, KabarSunda.com juga pernah merilis, Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Bandung mendesak KPK menyerahkan kasus penanganan hukum dugaan korupsi belanja iklan Bjb sebesar 1,1 triliun rupiah tersebut kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).

Hal itu sesuai amanat pasal 44 ayat (4) UU No 30 Tahun 2002 Tentang KPK.

Fidelis menjelaskan, usulan pelimpahan didasarkan pada kenyataan bahwa KPK belum memperlihatkan progres tindak lanjut pasca-merilis temuan dugaan korupsi iklan Bjb, beberapa waktu lalu.

Didorong pula oleh pernyataan Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Syamsudin Haris menyatakan pimpinan sekarang tidak bernyali.

Syamsudin menilai pimpinan KPK periode 2019-2024 tidak mempunyai nyali yang besar dalam memberantas korupsi.

Hal itu disampaikan dalam konferensi pers hasil pemantauan Dewas KPK atas kerja lembaga antirasuah selama lima tahun.

“Apakah pimpinan itu ada atau memiliki nyali? Mungkin ada, tapi masih kecil,” kata Syamsuddin Haris di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Kamis (12 Desember 2024).

Fidelis menambahkan, KPK hanya banyak bermanuver dalam menangani suatu perkara/kasus, termasuk dalam kasus iklan Bjb.

Sementara itu, berdasarkan laporan yang dilansir Majalah Tempo edisi 22 September 2024, “SiapaTerlibat Korupsi Anggaran Iklan Bank Bjb ’, kabar kasus dugaan korupsi dana iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank Bjb) memantik silang komentar para penyidik dan pimpinan KPK.

Wakil Ketua KPK saat itu, Alexander Marwata sudah memberi kisi-kisi bahwa komisi antirasuah sedang menyelidiki kasus ini.

Delapan belas hari kemudian, beredar kabar sudah ada tersangka dalam kasus korupsi Bank Bjb.

Pada hari yang sama, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu membenarkan adanya penyidikan tapi belum mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik).

Namun besoknya, Minggu, 15 September 2024, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto meralat kabar soal penyidikan kasus Bank Bjb, termasuk penetapan tersangka.

“Belum ada surat perintah penyidikan,” ujarnya kepada wartawan.

Sebelumnya, seorang penegak hukum di KPK memastikan komisi antirasuah sudah menggelar rapat ekspose perkara kasus Bank Bjb pada pekan pertama September 2024.

Semua peserta menyetujui penanganan kasus itu naik ke tingkat penyidikan.

Rapat itu juga memutuskan ada lima calon tersangka.

Dua orang adalah petinggi Bank Bjb, sementara tiga lainnya adalah pihak swasta.

Mereka dituding berkomplot menggelembungkan anggaran dan belanja iklan yang merugikan keuangan bank yang saham mayoritasnya dikuasai Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Penetapan status tersangka kelima orang itu tinggal menunggu surat administrasi penyidikan.

Tapi Tessa Mahardhika tak mau berkomentar tentang kenapa surat penyidikan tak kunjung dibuat.

“Patokan saya register sprindik, dan saat ini belum ada,” katanya.

Sementara itu, Alexander Marwata yang pada saat itu Wakil Ketua KPK, membenarkan kabar bahwa sudah ada forum ekspose antara pimpinan, penyelidik, dan penyidik dalam kasus ini.

Menurut dia, penerbitan surat perintah penyidikan cuma masalah waktu.

“Kadang bisa cepat, kadang bisa lama,” ucapnya pada Selasa, 17 September 2024.

Kerugian negara dalam kasus Bank Bjb sebenarnya sudah termuat dalam laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu bernomor 20/LHP/XVII.BDG/03/2024 yang terbit pada 6 Maret 2024.

Dokumen itu berisi hasil audit sejumlah kegiatan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten tahun buku 2021-2023.

Satu di antaranya, realisasi pengelolaan anggaran promosi produk dan belanja iklan yang nilainya mencapai Rp 801 miliar.

Temuan yang menjadi sorotan adalah alokasi belanja iklan media massa sebesar Rp 341 miliar.

Dalam dokumen itu, disebutkan Bank BJB menggandeng enam perusahaan agensi sebagai perantara dengan perusahaan media.

Keenam perusahaan itu adalah PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB), PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), PT Antedja Muliatama (AM), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), dan PT BSC Advertising.

Penelusuran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendeteksi ada kebocoran sebesar Rp 28 miliar.

Angka ini muncul karena nilai riil yang diterima media jauh berbeda dengan pengeluaran Bank Bjb.

Dari Rp 37,9 miliar nilai tagihan ke Bank Bjb, biaya iklan televisi yang bisa terkonfirmasi hanya Rp 9,7 miliar.

Selisih ini dianggap tak wajar karena dokumen kontrak menyebutkan komisi untuk agensi hanya 1-2 persen dari nilai iklan yang sudah tayang.