KabarSunda.com- Pembangunan Masjid Al Jabbar di Jawa Barat yang berasal dari utang mulai disorot berbagai kalangan.
Setelah Gubernur Jawa Barat yang baru Dedi Mulyadi yang mengungkapkan masjid bernilai Rp 3,4 triliun itu dibangun pakai utang, kini giliran Ade Armando bersuara miring.
Dalam Tiktok Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS), dosen yang juga politisi PSI itu menyebut biaya pembangunan masjid megah tersebut ketahuan gara-gara Dedi Mulyadi kaget dengan biaya pembangunan Al Jabbar.
Ade mengatakan Dedi baru tahu bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat harus menyicil Rp 566 miliar per tahun ke bank sampai 2028, lalu sisanya dilunasi pada 2029.
“Ini kan bikin pusing sang gubernur. Uang Rp 3,4 triliun itu diambil dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” tandas Ade dalam Tiktok PIS yang beredar belum lama ini.
Padahal, lanjut dia, utang tersebut sebenarnya buat banyak hal, seperti pembangunan jalan, pengairan, air limbah, ruang terbuka hijau dan revitalisasi pasar.
Dan sekarang utang itu menjadi beban kepemimpinan Dedi Mulyadi.
Tapi pemerintah bukan hanya harus membayar cicilan utang pembangunan.
Selain itu, ada pula biaya pemeliharaan masjid yang mencapai Rp 42 miliar per tahun.
Jadi total Pemprov Jabar harus mengucurkan dana lebih dari Rp 600 miliar per tahun hanya untuk menutup kewajiban ini.
Masih dalam Tiktok tersebut, Ade mengatakan, pembangunan Masjid Al Jabbar sudah sejak lama dipersoalkan.
Dana proyek pembangunan masjid sebagian besar diambil dari APBD Jabar, totalnya Rp 1 triliun.
“Wajar kalau banyak yang mempertanyakan prioritas anggaran,” kata Ade.
Mempertegas penjelasannya, Ade lalu mengutip ucapan pengamat kebijakan publik Trubus, Rahadiansyah mengatakan, bahwa APBD seharusnya lebih fokus ke infrastruktur.
Soalnya jalan dan transportasi publik lebih krusial ketimbang membangun masjid megah.
Apalagi di Jabar sudah banyak masjid besar lainnya.
Ade masih mengutip Rahadiansyah, bahwa ideal tempat ibadah itu dibangun pakai dana umat, sedangkan kas daerah hanya menjadi stimulus saja.
Parahnya tidak cuma soal prioritas anggaran, proyek ini juga mulai dicurigai ada indikasi korupsi.
Dalam video Ade di Tiktok PIS itu juga menyebut Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jabar menyoroti dugaan korupsi dengan potensi kelebihan bayar ratusan juta rupiah.
Selain itu, Beyond Anti Corruption (BAC) juga menemukan indikasi praktik KKN dalam proyek ini, terutama dalam belanja lahan yang hampir mencapai Rp 450 miliar dan konstruksi yang diduga lebih dari Rp 1,2 triliun.
Bahkan, ada dugaan mark up (penggelembungan) dalam pembebasan lahan.
Laporan BPK 2021 menyebut Pemprov Jabar sudah membayar Rp 23 miliar untuk 8 ribu meter persegi tanah yang ternyata belum bersertifikat.
“Ini membuka kemungkinan penggelembungan harga atau maladministrasi. Ini semakin menambah kontroversi Al Jabbar,” tegas Ade.
Ade menyebut bahwa Ridwan Kamil (RK) sempat membela proyek ini, dan mengatakan bahwa penggunaan APBD buat rumah ibadah boleh asal disetujui eksekutif dan legislatif.
RK, kata Ade, mengambil contoh dari pembangunan Masjid Istiqlal yang dulu juga dibiayai APBN Rp 7 miliar.
Ade menilai, RK tampaknya terlalu memudahkan masalah.
“Kalau masih Rp 7 miliar sih barangkali orang masih bisa menerima,” ujarnya.
Tapi kalau bicara uang triliunan rupiah yang harus dibayar dengan utang yang akan ditutup dengan dana Program PEN, tentu kelewatan.
Saat ini, lanjut Ade, tidak ada pilihan bagi Dedi Mulyadi, sebagai gubernurnya terpaksa mengupayakan pengembalian utang sampai lunas.
Tapi pemerintah daerah manapun perlu belajar dari kasus ini.
Rumah ibadah bukanlah prioritas utama, apalagi mewah dengan nilai triliunan rupiah.
Kesejahteraan masyarakat harus menjadi prioritas anggaran pembangunan.
“Ayo kita dukung pemimpin dan wakil rakyat yang bijak dalam menentukan skala prioritas,” tutup Ade dalam video Tiktok itu.