KabarSunda.com- Humas SMAN 6 Depok, Syahri Ramadhan mengungkapkan, status kepala sekolah masih dalam tahap verifikasi dan klarifikasi.
Pencopotan kepsek, menurutnya, harus melalui mekanisme yang jelas.
“Untuk saat ini yang dapat saya jawab adalah masih dalam tahap proses verifikasi dan klarifikasi,” kata Syahri.
Penonaktifan kepala sekolah disebut tak bisa dilakukan begitu saja tanpa pemeriksaan dari Dinas Pendidikan Jawa Barat atau Inspektorat.
“Kan Pak Gubernur juga tidak akan langsung serta-merta mencopot jabatan seseorang tanpa melakukan klarifikasi dulu,” ungkapnya.
Setelah proses pemeriksaan selesai, barulah sanksi yang tepat akan ditentukan.
Artinya, meskipun sudah ada perintah pencopotan, kepala sekolah SMAN 6 Depok masih menjalankan tugasnya hingga ada keputusan resmi.
Padahal, pencopotan Kepsek SMAN 6 Depok sudah diinstruksikan oleh Dedi Mulyadi.
Hal tersebut imbas dari polemik study tour.
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi mengawali hari pertamanya bertugas dengan langkah tegas, mencopot Kepala Sekolah (Kepsek) SMAN 6 Depok, Siti Faizah yang tetap mengizinkan siswa berangkat study tour ke Jawa Timur.
Keputusan ini langsung diteken pada hari pertama Dedi menjabat sebagai orang nomor satu di Jawa Barat, setelah dilantik Presiden Prabowo Subianto pada Kamis (20 Februari 2025).
“Saya langsung kerja, hari ini juga langsung kerja. Hari ini sudah ada keputusan tentang penonaktifan Kepala SMA Negeri 6 Depok karena dia melanggar surat edaran gubernur yang tidak boleh siswanya bepergian ke luar provinsi,” ujar Dedi di Istana, Jakarta.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan kepala sekolah tersebut masih aktif bekerja di SMAN 6 Depok.
Apakah pencopotan Kepsek SMAN 6 Depok sudah tepat? Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai keputusan Dedi untuk mencopot Kepala SMAN 6 Depok sudah sesuai.
Ia menekankan bahwa larangan study tour memiliki alasan yang jelas, terutama karena sering membebani orangtua dan berpotensi menimbulkan pungutan yang tidak jelas.
“Study tour ini sangat meresahkan orangtua, khususnya yang terkendala biaya. Biasanya, ikut gak ikut, anak tetap harus bayar. Kalau enggak bayar, bisa berdampak macam-macam, misalnya enggak boleh ikut ujian atau ijazah ditahan,” ujar Ubaid.
Ubaid juga menyoroti aspek keselamatan siswa yang kerap diabaikan dalam kegiatan ini.
Banyak kasus study tour yang tidak memperhatikan faktor keamanan sehingga menimbulkan risiko kecelakaan.
“Imbauan larangan study tour ini selalu didengungkan tiap tahun, tapi tampaknya tidak ditaati oleh sekolah. Ini menjadi evaluasi kita bersama, mengapa sinergi dan koordinasi antara sekolah dan Pemda terkesan buruk bahkan kontradiktif,” kata Ubaid.
Jika study tour terbukti membebani orangtua dan membahayakan siswa, ia menegaskan bahwa pemerintah harus lebih tegas dalam melarang serta memberikan sanksi bagi pihak yang melanggar.
Larangan study tour oleh Dedi berangkat dari berbagai faktor, termasuk keamanan dan potensi pungutan yang membebani orangtua siswa.
Dedi menganggap perjalanan ke luar provinsi berisiko tinggi dan tidak sejalan dengan prioritas pendidikan di Jawa Barat.
Dedi sebelumnya mengimbau agar SMAN 6 Depok meniadakan study tour melalui akun Instagram pribadinya.
Namun, imbauan ini tidak digubris oleh pihak sekolah.