Kabarsunda.com-Usulan penyematan gelar pahlawan nasional untuk Presiden kedua Indonesia, Soeharto, yang diajukan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo memicu kontroversi. Sejumlah pihak, termasuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dengan tegas menolak ide tersebut.
Politikus PDIP, Guntur Romli, menyatakan ketidaksetujuannya dengan alasan bahwa rekam jejak Soeharto dalam hal kejahatan kemanusiaan selama masa pemerintahannya dianggap tidak layak untuk diberi gelar pahlawan nasional. “Soeharto tidak bisa diangkat jadi pahlawan, karena bukan hanya masalah perbuatan tercela, tetapi juga karena dosa-dosa kejahatan kemanusiaan yang terjadi selama ia berkuasa,” kata Guntur Romli pada Ahad, (29/09).
Romli menegaskan bahwa gelar pahlawan nasional seharusnya diberikan kepada tokoh yang benar-benar berjuang demi kemerdekaan dan kepentingan bangsa tanpa menyisakan rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Menurutnya, usulan pemberian gelar kepada Soeharto berpotensi mengabaikan sejarah kelam di masa pemerintahan Orde Baru, di mana banyak kasus pelanggaran HAM berat yang menimpa masyarakat Indonesia.
Protes terhadap usulan ini datang dari berbagai kalangan, termasuk akademisi, aktivis HAM, dan organisasi masyarakat. Sejumlah aktivis menilai bahwa pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto justru akan melukai perasaan para korban pelanggaran HAM yang terjadi di masa pemerintahannya. Mereka mengungkapkan bahwa hingga kini banyak korban yang belum mendapat keadilan, dan penyematan gelar tersebut dikhawatirkan akan mengaburkan sejarah perjuangan mereka.
Sejarawan Asep Kurnia berpendapat bahwa upaya untuk memberi gelar pahlawan nasional kepada Soeharto membutuhkan kajian mendalam, khususnya untuk meninjau kembali aspek kontribusi dan kontroversi selama masa kepemimpinannya. Menurut Asep, dalam menentukan status pahlawan nasional, peran pemerintah sangat penting untuk menyeimbangkan antara menghargai kontribusi dan mempertimbangkan dampak dari sisi negatifnya.
Pasal 26 UU No. 20 Tahun 2009 mengatur syarat-syarat khusus pemberian gelar pahlawan nasional, seperti di antaranya adalah keharusan untuk tidak memiliki catatan tercela. Pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) bertanggung jawab untuk melakukan penilaian akhir terkait usulan gelar pahlawan. Kemensos juga bekerja sama dengan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dalam mengkaji setiap usulan yang diterima untuk memastikan bahwa calon pahlawan nasional tersebut telah memenuhi syarat yang ditentukan.
Syarat Umum
– WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI.
– Memiliki integritas moral dan keteladanan.
– Berjasa terhadap bangsa dan negara.
– Berkelakuan baik.
– Setia dan tidak menghianati bangsa dan negara.
– Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun.
Syarat khusus
– Pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
– Tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan.
– Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya.
– Pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara.
– Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
– Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi dan atau melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.