KabarSunda.com- Debat Pilgub Jabar 2024 bakal digelar sebanyak tiga kali di Bulan November mendatang. Debat pertama digelar di Tanggal 11 November, lalu 17 November dan 23 November.
Pada agenda debat ini, para pasangan calon (paslon) bakal adu gagasan khususnya dalam menangani permasalahan di Jawa Barat. Lalu apakah debat ini bakal mempengaruhi ketertarikan pemilih? Ini kata pengamat politik Unpad Firman Manan.
“Jadi debat itu kan bisa mempengaruhi pemilih dari dua aspek ya. Yang satu terkait dengan penilaian terhadap kualitas personal. Nah kualitas personal itu juga macam-macam. Jadi kualitas personal itu bisa dilihat dari apakah kemudian kandidat terlihat kompeten gitu ya pada saat debat, atau kandidat itu terlihat leadershipnya, kepemimpinannya, misalnya kalau dia kemudian terlihat tegas gitu ya, nah itu kan memperlihatkan sisi kepemimpinan,” kata Firman , Kamis (24/10/2024).
“Bisa juga soal-soal yang terkait dengan atribut personal, atribut personal itu misalnya apakah dia tenang atau dia emosi dalam debat. Yang terakhir itu termasuk penampilan fisik, termasuk gestur, termasuk cara berpakaian itu juga kadang-kadang bisa menjadi bagian penilaian dari pemilih. Nah itu pertama soal terkait dengan kualitas personal yang bisa dinilai,” tambahnya.
Kedua, soal agenda kebijakan yang ditawarkan, bagaimana kemudian ketika memberikan jawaban atau ketika berdebat kandidat itu bicara soal visi, misi, program yang ditawarkannya dan kemudian apakah bisa menyelesaikan masalah-masalah konkret di Jawa Barat.
“Saya pikir dua hal itu yang soal kualitas personal lalu kemudian soal tawaran agenda kebijakan yang harus dipersiapkan oleh para pasangan calon sehingga kemudian mereka bisa dinilai baik oleh para pemilik tentu yang menonton debat baik dari sisi kualitas personal dan tawaran agenda kebijakannya,” jelasnya.
Disinggung apakah debat Pilgub Jabar ini bakal berlangsung menarik, Firman menyebut, jika dilihat dari beberapa agenda kabupaten dan kota lainnya relatif dinamis. Karena, memang format debat itu juga sudah relatif ditentukan oleh KPU.
“Modelnya itu memang tidak membuat terjadi dinamika yang cukup tinggi di dalam debat. Karena misalnya pasangan calon itu hanya sekedar menjawab pertanyaan dari panelis. Kemudian tidak ada pendalaman. Lalu yang kedua juga kelihatannya perdebatan yang terlalu dinamis justru dihindari juga gitu ya. Misalnya karena ini kan mengacu pada pengalaman misalnya pada saat pilpres, ketika ada pasangan calon yang terlalu ofensif ya malah dinilainya memang menjadi sentimen negatif terhadap pemilih,” terangnya.
“Nah kalau melihat itu ya menurut saya memang kita tidak bisa terlalu ekspektasinya tinggi bahwa nanti debat itu akan berlangsung dinamikanya tinggi, tensinya tinggi. Tapi tergantung juga sebetulnya. Kalau mau ya menurut saya bagaimana bisa menarik itu adalah isu yang dimunculkan. Nah makanya nanti akan sangat tergantung pada rumusan-rumusan pertanyaan yang disampaikan oleh panelis, walaupun memang problemnya nggak bisa dielaborasi, tapi paling nggak kalau isunya konkret gitu ya,” tuturnya.
Intinya menurut Firman, pada debat perdana ini para paslon harus mempersiapkan dirinya semaksimal mungkin. Memang debat itu tidak menjadi variable yang utama, tapi paling tidak jadi salah satu referensi yang bisa digunakan oleh pemilih. Apalagi sekarang isiaran debat itu bisa di amplifikasi lewat berbagai media, termasuk media online dan media sosial.
“Jadi ya perlulah menurut saya tetap ada persiapan. Karena ya kembali tadi bukan dia sangat penting ya, tetapi dia bisa menjadi bagian yang membentuk referensi pemilih gitu,” ujarnya.
Firman juga berpesan kepada KPU Jabar untuk mempersiapkan kegiatan debat ini sematang mungkin, jangan sampai ada atran yang tidak sesuai dengan perundang-undangan.
“Ya makanya tentu mengacu saja pada regulasi yang sudah ada. Regulasinya kan sudah jelas, ada undang-undang pilkada, lalu kemudian turunannya di PKPU, termasuk ada keputusan KPU terkait juknis. Jadi kalau itu diikuti mestinya tidak jadi masalah menurut saya. Lalu kedua ya memang juga kalau soal dinamika itu harus ada ketegasan juga ya misalnya kehadiran para pendukung yang bisa memancing (keributan) yang kemudian harus diantisipasi, termasuk ketatan dan kedisiplinan para pasangan calon,” pungkasnya.
Debat calon gubernur Jawa Barat (Pilgub Jabar) yang akan datang diprediksi menjadi momen krusial bagi para pasangan calon (paslon) untuk menarik pemilih. Menurut para pakar politik, strategi komunikasi yang efektif selama debat dapat menjadi kunci keberhasilan dalam meraih suara.
Pakar politik dari Universitas Jabar menjelaskan, “Debat adalah platform yang ideal bagi paslon untuk menampilkan visi dan misi mereka secara langsung kepada publik. Kejelasan dan kejujuran dalam menjawab pertanyaan akan sangat menentukan pandangan pemilih.”
Para pakar juga menekankan pentingnya diferensiasi. Dalam suasana kompetisi yang ketat, paslon diharapkan mampu menonjolkan keunikan mereka, baik melalui solusi terhadap masalah masyarakat maupun cara penyampaian yang relatable. Hal ini akan membantu pemilih dalam memahami siapa yang lebih layak memimpin.
Selain itu, sikap dan penampilan selama debat juga menjadi sorotan. “Pemilih akan mengamati bagaimana calon berinteraksi dengan moderator dan lawan debat. Sikap percaya diri dan ketenangan dapat menciptakan kesan positif,” tambah pakar lainnya.
Debat ini diharapkan tidak hanya menjadi ajang adu argumentasi, tetapi juga momen edukatif bagi masyarakat. Dengan demikian, pemilih dapat membuat keputusan yang lebih bijak saat memilih pemimpin mereka.
Dengan pendekatan yang tepat, paslon diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memperkuat dukungan dari masyarakat. Debat Pilgub Jabar akan menjadi sorotan penting menjelang pemungutan suara yang semakin dekat.