MMS Pertama di UNPAD: 13 Pinisepuh Sunda Resmi Ditetapkan

KabarSunda.com — Majelis Musyawarah Sunda (MMS) merupakan sebuah kaukus inisiatif dari Masyarakat Sunda yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, Banten, Daerah Khusus Jakarta, Sunda Pangumbaraan, dan Diaspora Sunda. Mereka dipersatukan oleh komitmen untuk memperkuat keberagaman Indonesia melalui penguatan setiap suku bangsa sebagai pilar kebangsaan.

Visi MMS, yakni Sunda Mulia Nusantara Jaya, terinspirasi dari dua tokoh nasional Sunda, Oto Iskandar di Nata dan Ir. H. Djuanda Kartawijaya. Mereka menggagas bahwa dalam keberagaman Indonesia, suku bangsa Sunda akan menjadi suku yang mulia—yakni suku yang menghargai dirinya sendiri dan dihargai oleh suku-suku bangsa lainnya. Tujuan akhirnya adalah Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur, sehingga mencapai kejayaan yang berkelanjutan.

Pasal 32 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik dalam versi asli maupun hasil amandemen, menjamin kebebasan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan budaya daerah, termasuk bahasa daerah. Negara juga mengakui puncak-puncak kebudayaan daerah sebagai penopang kebudayaan nasional. Pasal 18 UUD 1945 memperjelas bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, dan pemerintahan provinsi serta kabupaten/kota memiliki hak otonomi untuk mengatur dirinya sendiri sesuai dengan perundang-undangan. Pengembangan adat dan budaya daerah ini harus tetap sejalan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta bertujuan untuk meningkatkan adab, budaya, dan persatuan, dengan tetap terbuka terhadap unsur-unsur baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkaya kebudayaan nasional.

Pembangunan negara-bangsa Indonesia yang luas dan majemuk tidak seharusnya dikelola secara sentralistik oleh segelintir elit dari golongan atau daerah tertentu. Kritik terhadap sentralisme sering diungkapkan oleh tokoh-tokoh Sunda dengan kalimat, “Indonesia bukan hanya Jakarta.” Lebih lagi, secara sosiologis dan historis, Jakarta adalah wilayah yang diberikan oleh masyarakat Sunda untuk mengelola persatuan dan kesatuan nasional yang adil.

Pembangunan nasional harus dilaksanakan dengan semangat gotong royong dan partisipasi inklusif dari seluruh rakyat, golongan, dan daerah. Desentralisasi dan otonomi daerah harus dilihat sebagai cara untuk memperkuat partisipasi dan kapasitas daerah, mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, dan mencegah pemusatan pembangunan di satu wilayah saja. Pembangunan yang memarjinalkan penduduk lokal (pribumi) merupakan pelanggaran terhadap prinsip perencanaan pembangunan yang adil dan inklusif.

Dalam Musyawarah Majelis Musyawarah Sunda (MMS) I, selain menyelesaikan masalah internal organisasi, Pinisepuh, Dewan Pakar, dan Badan Pekerja MMS mengeluarkan pernyataan publik yang menjadi panduan bagi masyarakat Sunda serta masukan dan tuntutan kepada Pemerintah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota terkait isu “Sunda, Sarakan, jeung Nagara” (Sunda kepada Tanah Air dan Negaranya). Beberapa poin penting yang disampaikan adalah sebagai berikut:

1. Pemilu Daerah Serentak yang Berkualitas
MMS mendorong agar Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024, terutama di wilayah Tatar Sunda (Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta), dapat berlangsung secara berkualitas, bermartabat, dan berintegritas. Hal ini diharapkan menghasilkan kepemimpinan yang mampu membangun Tatar Sunda dengan visi “Gemah Ripah, Repeh, Rapih, Beriman, Bertaqwa, dan Berjaya.” Perencanaan pembangunan di daerah harus dirancang secara teknokratik dan partisipatif, tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang mengikuti tolok ukur nasional, global, serta kearifan lokal.

2. Harapan untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran
Menyambut pemerintahan baru Prabowo-Gibran, MMS menghimbau agar pemerintah yang akan dilantik pada 20 Oktober 2024 menjadi pemerintahan yang berani dan berkeadilan. Hanya dengan keberanian dan keadilan, masalah bangsa seperti korupsi, pengelolaan keuangan negara yang tidak baik, dominasi oligarki, penguasaan sumber daya alam, dan permasalahan lingkungan hidup dapat diatasi secara efektif. Pemerintah diharapkan mampu memberantas korupsi secara tegas dan proporsional, mengelola keuangan negara dengan tata kelola yang baik, serta menghentikan eksploitasi sumber daya yang merugikan masyarakat lokal.

3. Ketidakadilan Perimbangan Keuangan untuk Jawa Barat dan Banten
Hingga saat ini, Jawa Barat dan Banten belum mendapatkan keadilan dalam perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Sistem perhitungan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah belum mencerminkan kontribusi yang sebenarnya dari kedua provinsi tersebut. Akibatnya, alokasi dana untuk Jawa Barat dan Banten lebih kecil dibandingkan provinsi lain seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Selain itu, industri di Jawa Barat dan Banten menghasilkan pajak yang diterima oleh Jakarta dan pemerintah pusat, sementara beban lingkungan dan sosial ditanggung oleh kedua provinsi tersebut. MMS meminta percepatan pemekaran wilayah di Jawa Barat dan Banten serta kajian ulang terhadap UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah untuk memastikan keadilan bagi semua daerah.

4. Pembangunan Berkelanjutan di Jawa Barat dan Banten
Pembangunan di Jawa Barat dan Banten selama ini kurang memperhatikan prinsip keberlanjutan dan kelestarian lingkungan. Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut yang dapat menimbulkan bencana alam dan kemanusiaan, MMS meminta pemerintah pusat segera menangani penataan kawasan-kawasan strategis seperti Dataran Tinggi Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur), Taman Nasional Gede-Pangrango, Gunung Salak, serta kawasan Bandung Utara dan Selatan. Area ini merupakan daerah tangkapan air dan sumber kehidupan yang vital bagi Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. MMS juga menuntut adanya peraturan partisipatif dan komprehensif yang melindungi lingkungan hidup, sesuai dengan kearifan lokal Sunda yang berbunyi: “Gunung teu meunang dilebur, lebak teu meunang diruksak” (Gunung tidak boleh dihancurkan, lembah tidak boleh dirusak).

5. Penolakan Terhadap Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta
MMS secara tegas menolak Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta, khususnya terkait Kawasan Aglomerasi yang mencakup wilayah Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur. Penyusunan undang-undang ini dianggap tergesa-gesa dan tidak melibatkan masyarakat Sunda. Kebijakan Aglomerasi dinilai bertentangan dengan Pasal 18 UUD 1945 yang menjamin hak otonomi daerah. MMS menuntut agar Pemerintah Prabowo-Gibran mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang untuk membatalkan kebijakan aglomerasi tersebut, demi menjaga kesatuan dan persatuan bangsa secara adil dan demokratis.

Masyarakat Sunda menekankan bahwa pembangunan nasional yang sejati, sebagai pengamalan Pancasila, tidak bisa dipisahkan dari akar kerakyatan yang berakar pada kesukuan dan kedaerahan. Hal ini disampaikan oleh Ketua Panitia Musyawarah Majelis Musyawarah Sunda (MMS), Andri Perkasa Kantaprawira, dalam acara MMS yang digelar di Universitas Padjadjaran (UNPAD), Bandung, pada Minggu, 13 Oktober 2024.

“Pembangunan nasional tidak bisa berkembang jika tercerabut dari akar kesejarahan, kekhasan sosial-budaya, potensi sumber daya, dan karakteristik ruang hidup masyarakat daerah. Budaya lokal adalah seperti anggur tua dalam botol baru bangsa Indonesia, terlalu berharga untuk diabaikan,” ungkap Andri.

Dalam kesempatan yang sama, Andri juga mengumumkan pengangkatan 13 Pinisepuh MMS yang akan memimpin organisasi selama dua tahun ke depan. Mereka adalah:

– Burhanudin Abdullah (Pinisepuh Pangangku Sunda 1)
– Laksamana TNI (Purn) Ade Supandi (Pinisepuh Pangangku Sunda 2)
– Ganjar Kurnia (Pinisepuh Pangangku Sunda 3)
– Irjen Pol (Purn) Taufiqurrahman (Pinisepuh Pangangku Sunda 4)
– Zaenudin (Pinisepuh Pangangku Sunda 5)
– Halimah (Pinisepuh Pangangku Sunda 6)
– S. Maulani (Pinisepuh Pangangku Sunda 7)
– Numan Abdul Hakim (Pinisepuh Pangangku Sunda 8)
– Ikik Lukman (Pinisepuh Pangangku Sunda 9)
– Ernawan S. (Pinisepuh Pangangku Sunda 10)
– Didin S. Damanhuri (Pinisepuh Pangangku Sunda 11)
– Agus Pakpahan (Pinisepuh Pangangku Sunda 12)
– Ayi Hambali (Pinisepuh Pangangku Sunda 13).

Acara ini digelar sebagai tanggung jawab moral dan intelektual dari Majelis Musyawarah Sunda kepada masyarakat di Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta. Atas nama Pinisepuh, MMS menyampaikan semboyan: “Pakena Gawe Rahayu, Pakena Kerta Bener, Pakeun Tanjer Na Juritan, Pakena Gawe Rahayu Pakeun Heubeul Jaya di Buana.”

Pinisepuh MMS antara lain Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, D.EA, Laksamana TNI (Purn) Dr. Ade Supandi, SE, M.AP, Dindin S. Maolani, SH, dan Irjen Pol (Purn) Taufiequrahman Ruki, SH.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *