PBH Peradi Desak KPK Serahkan Kasus Bjb ke Kejagung

Siap Ungkap Kasus Dugaan Korupsi Bjb Lainnya

Selain diselimuti dugaan korupsi iklan, petinggi Bjb juga memiliki harta kekayaan yang tidak wajar.

KabarSunda.com- Tidak adanya kejelasan penanganan kasus hukum pembelanjaan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bjb) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membuat geram Fidelis Giawa SH.

Karena alasan itulah, Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Bandung mendesak KPK menyerahkan kasus penanganan hukum dugaan korupsi belanja iklan Bjb sebesar 1,1 triliun rupiah tersebut kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).

Hal itu sesuai amanat pasal 44 ayat (4) UU No 30 Tahun 2002 Tentang KPK.

Fidelis menjelaskan, usulan pelimpahan didasarkan pada kenyataan bahwa KPK belum memperlihatkan progres tindak lanjut pasca-merilis temuan dugaan korupsi iklan Bjb, beberapa waktu lalu.

Didorong pula oleh pernyataan Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang menyatakan pimpinan sekarang tidak bernyali.

Fidelis menambahkan, KPK hanya banyak bermanuver dalam menangani suatu perkara/kasus, termasuk dalam kasus iklan Bjb.

Karena itu, PBH PERADI Bandung akan bersurat kepada KPK dan Kejaksaan Agung untuk menyampaikan usulan ini, dalam waktu dekat.

Selain itu, PBH PERADI Bandung juga akan bersurat kepada Pj Gubernur Jabar agar dilaksanakan evaluasi terhadap manajemen Bjb yg berjalan selama ini.

“Apakah evaluasi melalui forum Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) atau mekanisme lain yang sah menurut peraturan perundangan,” jelas Fidelis.

Fidelis juga mengaku mengantongi dugaan korupsi Bjb yang lain.

Selain kasus iklan, ada juga masalah PT SRI yang mengajukan kredit sebesar 550 miliar rupiah, pengajuan kredit pemeliharaan pesawat Sukhoi hingga perjalanan dinas orang-orang Bjb.

Seperti diketahui, Dewas KPK Syamsuddin Haris menilai pimpinan KPK periode 2019-2024 tidak mempunyai nyali yang besar dalam memberantas korupsi.

Hal itu disampaikan dalam konferensi pers hasil pemantauan Dewas KPK atas kerja lembaga antirasuah selama lima tahun.

“Apakah pimpinan itu ada atau memiliki nyali? Mungkin ada, tapi masih kecil,” kata Syamsuddin Haris di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Kamis (12/12).

Syamsuddin Haris juga menyoroti soal komisioner yang terseret dugaan pelanggaran etik.

Bahkan yang paling disorot yaitu, dua pimpinan yang sudah tidak menjabat yakni Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar.

“Terbukti, dari tiga pimpinan KPK yang kena etik (Lili, Firli, dan Nurul Ghufron), dan anda semua tahu siapa saja,” ucap Syamsuddin.

Pelanggaran etik yang menjerat komisioner itu dinilai tidak pantas terjadi di KPK.

Pimpinan KPK juga disebut tidak memberikan contoh baik atas konsistensi kerja kepada bawahannya.

Atas penilain itu, Haris mengatakan komisioner KPK periode 2019-2024 atau Jilid V dinilai belum bisa menjadi teladan yang baik terkait integritas.

“Pimpinan KPK belum dapat memberikan teladan, khususnya mengenai integritas,” tandasnya.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *