KabarSunda.com- Sejumlah pengamat politik mengulas faktor penyebab kekalahan paslon nomor 1 Pilkada Jakarta 2024, Ridwan Kamil-Suswono.
Seperti diketahui, paslon RIDO itu diusung Koalisi Indonesia Maju (Plus) berisi Gerindra, PKS, Golkar, Demokrat, NasDem, PSI, PKB, Gelora, PBB, Perindo, PAN, PPP, serta Garuda.
Kenyataannya, dengan 13 mesin partai, RIDO belum bisa memenangkan hati warga Jakarta.
Terlebih, Ridwan Kamil sebagai calon gubernur tidak datang ke Jakarta dengan tangan hampa.
Ia memiliki modal elektabilitas tinggi bahkan sebelum masa pendaftaran calon.
Pada survei periode Juni 2024, Ridwan Kamil merupakan tiga besar kandidat Cagub Jakarta.
Versi Indikator Politik Indonesia, elektabilitas Ridwan Kamil pada dua bulan sebelum pendaftaran Pilkada Jakarta 2024 itu adalah 18,9 persen.
Eleketabilitasnya terbesar ketiga, di bawah Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Begitupun di survei Litbang Kompas pada periode sama. RK, sapaan karib eks Gubernur Jawa Barat itu juga masuk tiga besar di bawah Anies dan Ahok.
Ridwan Kamil bersanding dengan sosok Suswono, kader senior dari PKS.
PKS merupakan partai pemenang Pileg Jakarta 2024.
Dengan segala modal politik itu, Ridwan Kamil harus kalah dari calon gubernur Pramono Anung yang bersanding dengan Rano Karno.
Keduanya merupakan kader PDIP, dan hanya diusung partai parlemen PDIP.
Selain bertolak belakang secara mesin partai, elektabilitas Pramono Anung pun jauh dari Ridwan Kamil.
Sebelum pendaftaran, nama Pramono tidak masuk bursa Pilkada Jakarta 2024.
Elektabilitas Sekretaris Kabinet dua periode pemerintahan Presiden Jokowi itu nol.
Pada akhirnya, KPU menetapkan Pramono-Rano sukses memenangkan Pilkada Jakarta 2024 dalam satu putaran dengan perolehan 2.183.239 suara atau 50,07 persen suara sah.
Pramono Rano mengalahkan paslon RK-Suswono yang memeroleh 1.718.160 suara (39,40 persen) dan paslon independen, Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto yang memeroleh 459.230 suara (10,53 persen).
Hasil di atas diumumkan KPU Jakarta usai rekapitulasi tingkat provinsi pada Minggu (8/12/2024).
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs, Ahmad Khoirul Umam mengindikasikan basis mesin politik KIM Plus tidak solid jadi penyebab kekalahan Ridwan Kamil.
“Kekompakkan KIM Plus bak kawin paksa, di mana aspirasi kepentingan partai-partai pengusung tampaknya kurang terakomodasi,” kata Umam dalam pesan yang diterima Tribunnews, Kamis (28/11/2024).
Akibatnya meskipun diawali dengan optimisme yang tinggi, Umam menyebut mesin politik RIDO akhirnya melempem jelang pencoblosan.
Sementara itu, Direktur Charta Politika, Yunarto Wijaya, melihat paslon Ridwan Kamil-Suswono terjebak pada politik pecah belah sehingga membawa pada kekalahan.
Yunarto menjelaskan, Pramono Anung-Rano Karno berhasil menyatukan dua kekuatan besar Jakarta, yakni Anies Baswedan dengan Anak Abahnya dan Ahok dengan Ahokersnya.
“Pram berusaha untuk menyatukan dan merangkul kekuatan-kekuatan besar yang ada Ahokers termasuk di antaranya Anak Abah di antaranya sehingga ketika kemudian Anies mendukung, Ahok gak kabur. Ketika Ahok tetap mendukung datang di kampanye akbar, Anak Abah gak ngamuk di situ jadi kekuatan tersendiri,” kata Yunarto dikutip dari Wartakota, Minggu (8/12/2024).
Sementara, Ridwan Kamil-Suswono cenderung terjebak pada narasi politik pecah belah.
Terutama dengan munculnya pernyataan Politikus Gerindra, Maruarar Sirait yang mengadu dukungan Presiden Prabowo Subianto dan Mantan Presiden Jokowi kepada Ridwan Kamil dengan Anies dan Ahok kepada Pramono.
“Akihrnya Ridwan Kamil terjebak dalam pengkotakan pemilih tadi,” kata Yunarto.
Hukum Besi Popularitas
Pengamat politik dari UIN Jakarta, Burhanuddin Muhtadi mengungkap alasan di balik keunggulan Pram-Rano.
Menurut Burhan, sapaan karibnya, Pram-Rano bisa menang karena ditunjang faktor popularitas dan kedisukaan.
“Pertama kita menemukan Kembali lagi, popularitas sebagai hukum besi kemenangan dalam Pilkada. Karena Pilkada secara langsung asumsikan keterkenalan sebagai necessary condition, tetapi dikenal saja tidak cukup harus disukai,” kata Burhan, Kamis (28/11/2024).
Rano Karno, cawagub Pramono, yang merupakan aktor sekaligus tokoh Betawi menyumbang faktor popularitas dengan signifikan.
Secara data hasil survei Indikator Politik Indonesia, dan berbagai lembaga survei, popularitas dan kedisukaan Rano Karno paling tinggi, mengalahkan cagub Ridwan Kamil sekalipun.
Survei telepon Indikator yang digelar pada 15-21 November 2024 menunjukkan popularitas Rano Karno mencapai 95,7 persen, tingkat kedisukaannya 82,2 persen.
Sementara popularitas Ridwan Kamil hampir sama, sebesar 95,1 persen, namun tingkat kedisukaannya hanya 72,26 persen.
Calon terpopuler ketiga adalah Pramono Anung dengan popularitas 71,9 persen, dan tingkat kedisukaannya 65,9 persen.
Sementara, Dharma Pongrekun di posisi keempat dengan popularitas 47,1 persen dan kedisukaan 45,6 persen, serta terakhir, Kun Wardana dengan popularitas 38,8 persen dan kedisukaan 43,8 persen.
Dengan popularitas yang menanjak dan ditopang wakilnya, mengerek paslon Pramono-Rano bisa menyalip RK-Suswono.
Seperti diketahui, pada masa awal kampanye, elektabilitas RK-Suswono begitu mendominasi.
“Dan yang menjelaskan mengapa Pramono dalam waktu singkat mengejar ketertinggalan Ridwan Kamil adalah faktor kedikenalan yang meningkat, terutama ditopang wakilnya, Rano Karno. Karena Rano Karno kedikenalan dan kedisukaan itu lebih tinggi dari Ridwan Kamil,” kat Burhan, yang merupakan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia itu.
Faktor kedua keunggulan Pram-Rano adalah masalah ketokohan lebih berperan dibanding mesin politik partai.
Dengan usungan 13 partai, nyatanya, perolehan suara RK-Suswono saat ini kalah dari Pram-Rano yang hanya diusung satu partai parlemen, PDIP.
Diketahui, 13 partai KIM Plus adalah Gerindra, PKS, Golkar, Demokrat, NasDem, PSI, PKB, Gelora, PBB, Perindo, PAN, PPP, serta Garuda.
“Yang kedua, menunjukkan sekali lagi bahwa Pilkada Jakarta adalah representasi tokoh atau ketokohan lebih penting dari pada mesin.”
“Kita tahu Ridwan Kamil didukung oleh banyak partai, KIM Plus lawan satu partai parlemen yaitu PDIP, jadi ibarat David versus Goliath,” kata Burhan.