Bantah Ada Mark Up, Firman Oktora Berkilah Belanja Keamanan dan Kebersihan Sesuai Prosedur

Kepala Balai Tikomdik Disdik Jabar, Firman Oktora

KabarSunda.com- Dugaan mark up (penggelembungan) anggaran pada belanja jasa keamanan dan belanja jasa kebersihan di Balai Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Tikomdik) Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat (Jabar) tahun anggaran 2025, akhirnya direspons oleh Firman Oktora.

Penjelasan Kepala Balai Tikomdik Disdik Jabar ini dituangkan dalam surat jawaban. Suratnya tertanggal 5 Mei 2025.

Dalam surat bernomor 1797/KOM.04.03.01/Tikomdik itu Firman menyampaikan bahwa proses pengadaan sudah sesuai dengan prosedur secara elektronik melalui e-purchasing.

Selanjutnya, perusahaan yang dipilih sudah terdaftar di e-katalog dan terverifikasi oleh LPSE pada aplikasi SIKAP.

Perusahaan ini juga dalam surat jawaban itu menyebut dari rating dan pengalaman pelaksanaan pekerjaan memiliki predikat baik yang dapat dilihat pada aplikasi e-katalog.

Pada 2025, dilakukan kembali proses metode pemilihan pengadaan barang dan jasa yang sama.

Sementara soal anggaran pengadaan Jasa Kebersihan dan Tenaga Keamanan, dalam suratnya itu Firman menjelaskan, adanya perubahan komponen belanja yang disediakan pada Aplikasi SIPD tahun 2024 dengan tahun 2025 mengikuti Standar Biaya Umum Provinsi Jawa Barat.

Hal ini sesuai Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 900/Kep.834-BPKAD/2024 Tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 900/Kep.239-BPKAD/2024 Tentang Standar Harga Satuan Tahun 2025.

Firman juga mengatakan, pihaknya telah melakukan efesiensi anggaran tahun 2025 sesuai kebutuhan dan ketentuan.

Dugaan Mark Up Pengadaan Jasa Keamanan dan Kebersihan

Sebelumnya diberitakan, pada dua item anggaran belanja jasa keamanan dan belanja jasa kebersihan terjadi penambahan anggaran ditengah Pemerintah Pusat dan Daerah mengefisiensikan anggaran.

Dua tahun berturut-turut 2024 dan 2025 untuk jasa keamanan dan kebersihan pengadaan yang menggunakan metode e-purchasing Balai Tikomdik menunjuk perusahan yang sama, yakni PT RPN.

Adanya keanehan pada alokasi anggaran tersebut menuai kritikan dari Ketua LSM Trinusa DPD Jawa Barat, Ait M Sumarna.

Ait menyayangkan alokasi anggaran yang terbilang besar ditengah efisiensi anggaran tahun 2025 yang merupakan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan anggaran negara.

Kebijakan ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 dan ditujukan untuk Kementerian/Lembaga (K/L), Pemerintah Daerah, serta lembaga negara lainnya. Tujuan utama adalah mencapai penghematan anggaran.

Namun, efisiensi anggaran tidak berlaku bagi Balai Tikomdik.

Terbukti ada peningkatan anggaran dari 2024 ke 2025 pada belanja jasa kebersihan (cleaning service) sebesar Rp 54.031.500, yang dilaksanakan kontrak oleh pelaksana PT RPN pada 31 Januari 2025.

Penambahan anggaran di Balai Tikomdik juga terjadi pada anggaran belanja jasa keamanan (security) tahun 2025 sebesar Rp 41.040.000, dari tahun 2024, kontrak dilaksanakan pada 3 Februari 2025 oleh PT RPN.

Kalau terjadinya peningkatan anggaran dari tahun sebelumnya, seharusnya ada penjelasan kepada publik oleh Balai Tikomdik kepada masyarakat, apa saja penambahan anggaran digunakan,

Selain itu, lanjut Ait, pihak Balai Tikomdik dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bisa memberikan penjelasan secara komprehensif terkain belanja jasa keamanan dan belanja jasa kebersihan mulai 2024 sampai 2025 yang mengalami peningkatan anggaran.

Harta Kekayaan Firman Oktora

Bukan hanya soal anggaran. Ait juga menyoroti harta kekayaan Kepala Tikomdik  Firman Oktora.

Firman yang memiliki harta kekayaan terindikasi disembunyikan kepada lembaga anti rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semenjak dirinya menjabat Kepala KCD Wilayah VII melaporkan LHKPN tahun 2022 sebesar Rp 483.127.387.

“LHKPN tahun 2023 yang dilaporkan oleh Firman kepada KPK sebesar Rp 267.940.544,” kata Ait kepada KabarSunda, Selasa, 29 April 2025.

Menurut Ait, payung hukum LHKPN yang tidak jujur terjadi pelanggaran UU No.28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Selain itu, kata Ait, sesuai Peraturan KPK Nomor 07 tahun 2016, KPK dapat memberikan rekomendasi kepada atasan langsung atau pimpinan lembaga tempat dia bekerja.

Sesuai Peraturan KPK Nomor 07 Tahun 2016, KPK dapat memberikan rekomendasi kepada atasan langsung atau pimpinan lembaga tempat PN/WL berdinas untuk memberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam elaborasi LHKPN terdapat poin pada pasal 5 ayat (3) UU No. 28/1999 mengatur kewajiban penyelenggara negara untuk melaporkan kekayaan mereka.

Sanksi yang dijatuhkan untuk pelanggaran kewajiban pelaporan LHKPN, termasuk ketidakjujuran dalam pengisian, masih bersifat administratif, seperti peringatan atau sanksi yang diatur dalam perundang-undangan lain.

Sanksi administratif dinilai kurang efektif dalam menanggulangi ketidakjujuran dalam LHKPN, sehingga ada desakan untuk memperkuat sanksi, termasuk dengan potensi tindakan pidana.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki peran dalam pengawasan dan penegakan pelaporan LHKPN, termasuk melakukan pemeriksaan dan memberikan sanksi jika diperlukan.

Pemalsuan Surat: Hukum Pidana mengatur tentang pemalsuan surat, yang dapat diterapkan jika ada dugaan LHKPN yang tidak jujur merupakan pemalsuan surat.

Tindak Pidana Korupsi: Jika LHKPN yang tidak jujur terkait dengan perolehan kekayaan yang tidak wajar, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi dan dapat ditangani oleh KPK.