KabarSunda.com- Protes Hanifah dan para siswa SMAN 7 CIrebon terkait pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP) hingga kegagalan ikut Seleks Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) mulai membuahkan hasil.
Pihak SMAN 7 Cirebon menyanggupi akan mengembalikan dana PIP yang sebelumnya dipotong Rp 250 hingga Rp 500 ribu per siswa.
Saat ini pihak sekolah akan menghitung kembali dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang belum tersalurkan dan mengembalikannya kepada siswa yang berhak.
“Kami masih dalam tahap penghitungan dan pendalaman terkait nominalnya, tetapi yang jelas pemotongan dana ini minimal sekitar Rp 250-500 ribu per siswa,” kata Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Humas SMAN 7 Cirebon, Undang Ahmad Hidayat, seusai pertemuan dengan wali murid di Gedung Aula sekolah tersebut, pada Senin (13 Februari 2025).
Seperti diketahui, Hanifah membongkar pemotongan dana PIP itu saat bertemu Gubernur Jawa Barat terpilih Dedi Mulyadi yang mengunjungi SMAN 7 Cirebon.
Saat itu, Hanifah mengadu adanya pungutan SPP dari sekolah hingga bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) yang dipotong sebesar Rp 200 ribu.
Menurutnya, uang itu bukan untuk sekolah, melainkan untuk partai politik.
“PIP kita yang diambil. Harusnya kan tiap siswa dapat Rp 1,8 juta.”
“Tapi ternyata kita itu diambil Rp 250 ribu untuk partai. Kita ke bank, di depan pintu ada guru dari TU buat ambil buku tabungan, pin, sama kartu kita.”
Selain dana PIP, pihak sekolah juga menyanggupi permintaan siswa dan wali murid untuk memberikan bimbingan belajar gratis untuk persiapan UTBK.
Undang mengungkapkan, bahwa pihak sekolah menyepakati untuk memberikan bimbingan belajar (bimbel) gratis selama 12 minggu bagi siswa eligible.
“Bimbel gratis bagi mereka yang masuk eligible sudah disepakati. Pertemuan dilakukan selama seminggu, dua kali offline di kelas dan lima hari online di rumah.”
“Dimulai sebelum UAS selama dua kali pertemuan dan dilanjut setelah UAS.”
“Selain itu, mereka juga mendapat akses gratis untuk bimbel online serta tiga kali try out yang berhubungan dengan UTBK nanti,” ujar Undang saat diwawancarai media selepas rapat, Senin (17 Februari 2025).
Sekolah juga menyepakati untuk menanggung biaya formulir UTBK yang diperkirakan mencapai Rp 200 ribu per siswa.
“Estimasi total kompensasi yang diberikan sekolah mencapai Rp 180 juta. Ini terdiri dari biaya bimbel yang jika dikalkulasikan mencapai Rp 153 juta dan biaya formulir Rp 30 juta.”
“Sumber dana sendiri berasal dari dana BOS, di mana kami sudah berkonsultasi dengan Inspektorat dan diperbolehkan,” ucapnya.
Dalam kesepakatan ketiga, pihak sekolah menyetujui permintaan orang tua agar siswa yang tidak masuk sekolah karena fokus belajar UTBK tetap dianggap hadir.
“Orang tua meminta agar anak-anak yang absen karena persiapan UTBK tetap dianggap masuk, karena mereka belajar di tempat bimbel,” kata dia.
Selain itu, orang tua siswa yang masih memiliki tunggakan Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) disepakati untuk dianggap lunas.
“Saat rapat dengan komite di kelas X, orang tua menyebutkan nominal sumbangan berbeda-beda. Hari ini disepakati bahwa yang belum lunas akan dianggap lunas. Nominal terbesar yang sebelumnya ditentukan mencapai Rp 6,4 juta jika full,” ujarnya.
Meskipun lima kesepakatan telah dicapai, sebagian orang tua siswa masih merasa bahwa kompensasi yang diberikan sekolah tidak sebanding dengan kerugian yang dialami siswa akibat gagal mengikuti SNBP.
Salah satu orang tua, Rega Maulana sebelum kesepakatan tersebut mengungkapkan, bahwa kehilangan kesempatan SNBP adalah kerugian besar yang tidak bisa diganti dengan kompensasi apapun.
“Wacana kompensasi yang ditawarkan pihak SMAN 7 Cirebon belum dapat diterima karena tidak sebanding dengan kerugian yang kami alami. Salah satunya adalah anak kami kehilangan kesempatan mengikuti SNBP,” ucap Rega.
Ia juga menekankan, bahwa menjadi siswa eligible adalah hasil perjuangan bertahun-tahun, bukan hanya sekadar satu tahun akademik.
“Untuk membentuk anak eligible itu butuh waktu dari kelas X sampai kelas XII, bukan sekadar satu tahun saja.”
“Jika ada satu semester nilai turun, maka siswa langsung terlempar dari kategori eligible. Ini bukan perjuangan yang mudah,” jelas dia.
Rega juga mempertanyakan efektivitas bimbel tiga bulan sebagai kompensasi.
“Mayoritas anak eligible sudah mengikuti bimbel di luar sekolah yang biayanya jauh lebih besar. Paling murah saja satu tahun bisa Rp 8-10 juta, sementara kompensasi dari sekolah hanya setara Rp 1 juta per anak. Ini tentu jauh dari cukup,” katanya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa para orang tua tidak menginginkan kompensasi, melainkan keadilan bagi anak-anak mereka agar tetap bisa mengikuti SNBP.
“Dari awal kami hanya ingin anak-anak tetap mendapatkan kesempatan ikut SNBP, bukan kompensasi seperti ini,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pernyataan kepala sekolah di media yang dianggap mengecewakan.
“Kepala sekolah bilang bahwa meskipun ikut SNBP, belum tentu diterima. Ya, memang peluangnya 50-50, tapi sekarang peluang itu sudah tertutup sama sekali.”
“Jika masih bisa ikut SNBP, setidaknya anak-anak bisa menghargai perjuangan mereka sendiri,” ucap Rega.
Sebelumnya, sebanyak 150 siswa eligible di SMAN 7 Cirebon dipastikan gagal mengikuti SNBP 2025.
Pihak sekolah kemudian menawarkan bimbel gratis sebagai upaya persiapan menghadapi Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT).
Siasat Licik Oknum Parpol
Sebelumnya, terungkap siasat licik oknum pengurus partai politik (parpol) menyunat dana Program Indonesia Pintar (PIP) di SMAN 7 Cirebon.
Siasat oknum parpol ini diungkap seorang guru SMAN 7 Cirebon saat berbincang dengan Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi belum lama ini.
Diceritakan, suatu hari dia didatangi oknum parpol yang menawarkan untuk pemberian kuota PIP bagi siswa SMAN 7 Cirebon.
“Waktu itu ada dari partai, bilang: mau gak ada dana PIP sekian. Saya kasih banyak, mau gak,” kata sang guru dikutip dari Kang Dedi Mulyadi Channel pada Sabtu (15 Februari 2025).
Saat itu, sang guru tidak bisa memutuskan karena harus laporan ke kepala sekolah.
Awalnya kepala SMAN 7 CIrebon menolak pemberian PIP tersebut.
Namun, oknum parpol ini kembali datang dengan mengatakan bahwa sekolah lain sudah menyanggupi.
Akhirnya, kasek SMAN 7 Cirebon pun menyanggupi dan akhirnya didapat kuota PIP untuk sekira 500 siswa.
“Setelah rembug dulu, ya udah ambil. Tapi (Pihak parpol) minta dipotong. Jadi pemotongan itu bukan dari sekolah,” katanya di hadapan Dedi Mulyadi.
Akhirnya pihak sekolah sepakat ada pemotongan sekitar Rp 200 ribu untuk setiap siswa penerima PIP.
Sang guru mengatakan, uang hasil potongan itu diberikan ke parpol, bukan ke anggota DPR.
Dan saat memberikan uang itu tidak ada kwitansinya.
Sang guru mengaku sudah menyosialisasikan tentang pemotongan ini kepada anak-anak untuk dikabarkan ke orangtua.
“Kita panggil anak-anak, kita beri tahu, ini ada dari PIP, ketika cair minta dipotong. Nanti sampaikan ke orangtua,” ungkapnya.
Di SMAN 7 Cirebon ada sekitar 500 anak yang mendapatkan PIP.
Jika dikalikan dengan pemotongan sekira Rp 200 ribu per anak, berarti ada sekira Rp 100 juta yang diserahkan ke parpol.
Hal ini membuat Dedi Mulyadi yang mendengar cerita sang guru sampai melongo.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, Undang Ahmad Hidayat yang juga hadir dalam pertemuan tersebut menambahkan, pihak sekolah sebenarnya takut dengan pemotongan itu.
Karena itu, pada 2023 silam, sekolah memilih untuk tidak mengambil jatah PIP tersebut.
Namun saat itu sekolah justru diprotes orangtua karena merasa jatah PIP nya tidak cair.
“Yang rugi, orangtua dan anak, harusnya menerima manfaat jadi gak dapat. Dilematis,” katanya.
Karena itu lah, pada 2024, pihak sekolah akhirnya menerima jatah PIP lagi dengan ketentuan dipotong oleh pihak parpol tersebut.
Di bagian lain, sang guru juga mengungkap bahwa PIP di sekolahnya tidak tepat sasaran.
Ternyata, banyak anak dokter dan ASN mendapatkan PIP, namun anak yang kurang mampu justru tidak mendapatkan.
“Kita juga bingung di lapangan. Sementara yang harusnya dapat, tidak dapat,” ungkap sang guru yang mengaku anaknya yang masih SMP juga mendapatkan PIP.
Ditambahkan Undang, adanya anak dokter atau ASN mendapatkan PIP karena datanya mengambil dari dapodik, bukan pengajuan dari sekolah.
“Pusat mengambil dari dapodik. Kita gak mengusulkan,” tukasnya.