KabarSunda.com- Penjabat (Pj) Gubernur Bey Machmudin bersama stakeholders akan mencari solusi agar sektor pariwisata Jabar tidak terlalu terdampak akibat efisensi anggaran pemerintah yang saat ini sedang berjalan.
“Ya nanti kami duduk bersama dengan Asosiasi Pariwisata Indonesia Asita) dengan Perkumpulan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) mencari solusi seperti apa,” ujar Bey Machmudin usai menghadiri Musda XII Asita Jawa Barat di Hotel Aryaduta, Kota Bandung, Jumat, 14 Februari 2025.
Efisiensi anggaran pemerintah tidak dipungkiri mempengaruhi pendapatan dari hotel dan restoran yang selama ini mengandalkan wisatawan dari acara – acara MICE (meeting, insentif, conference, exhibition) yang dilakukan lembaga pelat merah.
Dengan efisiensi pada perjalanan dinas, FGD, seminar, dan acara seremonial di hotel atau restoran, pendapatan pelaku pariwisata dipastikan menurun.
Retribusi pariwisata yang disetorkan ke pemda pun berpotensi menurun.
Namun Bey berkeyakinan, dengan infrastruktur yang ada, pariwisata masih bisa digenjot terutama menyasar wisatawan asing.
“Masih ada potensi dari pariwisata, masih ada dari wisatawan asing ke Jawa Barat. Whoosh (kereta cepat) ini masih daya tarik buat warga di Asia Tenggara,” katanya.
Bey mengajak seluruh stakeholders termasuk Asita dan pelaku pariwisata lain seperti Perkumpulan Hotel Restoran Indonesia (PHRI), tetap yakin dan percaya diri pariwisata bakal tetap tumbuh.
“Jadi jangan memandang pesimistis (perihal efisiensi) nanti kita duduk bersama mencari solusi (terbaik) bagaimana,” katanya.
Bey mengatakan kinerja Asita dalam menggenjot pariwisata Jabar sudah tidak perlu dipertanyakan, terutama dalam menggaet pasar pariwisata dalam negeri.
Berdasarkan data BPS, jumlah perjalanan wisatawan nusantara yang datang ke Jabar pada 2024 mencapai 167,40 juta perjalanan, meningkat sebesar 7,15 persen dibandingkan tahun 2023.
“Hal ini menunjukkan bahwa Jawa Barat terus menjadi destinasi favorit wisatawan domestik,” ujar Bey Machmudin.
Melalui Musa ini, Bey berharap muncul solusi yang bisa ditawarkan kepada Pemda Provinsi Jabar, bagaimana menggaet wisatawan asing sebagai solusi efisiensi anggaran pemerintah.
“Saya berharap Asita Jabar dapat merumuskan strategi inovatif dan berkelanjutan dalam mengembangkan industri pariwisata yang lebih kuat dan berdaya saing,” tutup Bey.
40 Ribu Karyawan Perhotelan Terancam PHK
Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah, mengancam penurunan pendapatan di sektor perhotelan juga restoran.
Berdasarkan catatan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, ada sekitar 40 ribu karyawan berpotensi dirumahkan akibat kebijakan tersebut.
Ketua PHRI Jawa Barat Dodi Ahmad Sofiandi mengatakan, efisiensi ini sudah terasa sejak Januari 2025, di mana hotel-hotel di Jawa Barat khususnya di Kota Bandung okupansinya 30 persen sampai 35 persen.
“Kalau ini berkepanjangan bisa mengakibatkan kemungkinan besar usaha dari hotel dan pariwisata khususnya bisa memangkas karyawannya minimal 50 persen dari jumlah karyawan sekarang,” kata Dodi saat dihubungi, Jumat (14/2/2025).
Menurutnya, pada bulan kemarin pesanan dari kementerian-kementerian maupun perangkat daerah di tingkat provinsi sudah banyak yang membatalkan pesanan untuk berbagai kegiatan di perhotelan. Terlebih, okupansi dari kegiatan-kegiatan tersebut menambah income besar di sektor perhotelan.
Untuk memenuhi break even point (BEP) atau titik keseimbangan, okupansi hotel harusnya 50 sampai 55 persen. Dengan kondisi 30 persen, otomatis ada defisit 20 persen sampai 25 persen.
“Nah, kalau defisit 25 persen kalau selama sebulan dua bulan masih bisa kita tanggulangi. tapi kalau sampai sampai akhir lebaran nanti April masih begini, semua hotel yang okupansinya kurang, sudah sepakat akan melaksanakan efisiensi dari semua kegiatan. Salah satunya yang paling besar (pengurangan) karyawan,” jelasnya.
Jika semua hotel turut melakukan efisiensi kegiatan, menurut Dodi, akan banyak karyawan hotel dan restoran yang kemungkinan di PHK.
Ia mencontohkan, dari sekian banyak hotel di Kota Bandung baik dari bintang tiga hingga lima, potensi karyawan yang akan dirumahkan ada 10 ribu orang.
“Pengurangannya itu mencapai 50 persen. Jadi asumsinya kalau seluruh Jawa Barat antara 40 sampai 50 ribu yah. Tapi itu perkiraan, dan masih menghitung pastinya nanti,” tuturnya.
Belum lagi saat ini, sejumlah hotel di Kota Bandung juga sudah mencatat adanya kerugian miliaran rupiah dari efisiensi anggaran tersebut. Hal ini tercatat sejak awal Februari ini.
“Ini jumlah-jumlah pembatalan pesanan hotel yang di Kota Bandung sudah kurang lebih Rp12,8 miliar. Sampai hari ini ya dan bisa bertambah terus, usaha enggak punya uang, pinjam dari bank harus nyicil,” ungkapnya.
Di sisi lain, efisiensi ini juga akan memberikan efek ganda kepada beberapa UMKM yang memang telah bekerja sama dengan sektor perhotelan dan restoran. Sehingga, ia meminta pemerintah pusat mengkaji lebih dalam kebijakan efisiensi ini.
“Karena di hotel kan ada distributor makanannya, ada dari UMKM-nya, berarti kan berurutan semua. Kalau pesannya berkurang, berarti kurang, mereka juga sama mau memangkas karawanya. Jadi multi efeknya bukan di hotel saja karyawan di sub kontraktor di hotel-hotel juga sama,” tandasnya.