KabarSunda.com- Meski belum dilantik, Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, melakukan analisis terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar).
“Kami bukan melebihi kewenangan yang ada saat ini. Tetapi seizin Pj Gubernur, saya diminta bersama tim yang dibentuk Pj Gubernur, yang kebetulan namanya sama, Dedi Mulyadi untuk menganalisis berbagai belanja yang dianggap tak penting,” jelas Dedi melalui tayangan media sosialnya Kang Dedi Mulyadi (KDM).
Dari hasil analisis tersebut, lanjut Dedi, ia mendapatkan sesuatu yang sangat mencengangkan.
Banyak nomenklatur anggaran yang semestinya tidak ada, yang semestinya belanja itu tidak harus dilakukan, tetapi tetap sering dilakukan.
Dedi membeberkan sejumlah anggaran yang disebutnya tidak penting namun tetap dibelanjakan.
Misalnya, jelas Dedi, Provinsi Jabar jelas kekurangan ruang kelas baru (RKB) untuk SD dan SMP. Namun, belanja di Dinas Pendidikan bukanlah RKB, melainkan alat peraga berupa layar digital.
“Pertanyaannya, kalau layar digitalnya dibeli, sementara ruang kelas, bangku dan kursi enggak ada, itu buat apa? Belanjanya (alat peraga layar digital) juga enggak tanggung-tanggung, Rp 300 miliar,” jelasnya.
Ironisnya, lanjut Dedi, saat ini daya tampung SMA di Jawa Barat terbatas karena masih minim. Lalu banyak SMP yang rusak. Sementara anggaran belanja yang ada malah dipakai buat hal yang tidak penting.
Oleh karenanya dia minta tim transisi segera menyusun berapa anggaran untuk kebutuhan infrastruktur pendidikan untuk nanti ketika ia sudah dilantik sebagai Gubernur Jawa Barat.
Anggaran lain yang tak penting hasil analisisnya adalah bantuan untuk rumah sakit di Jawa Barat. Misalnya, Dedi menemukan ada bantuan Rp 10 miliar yang alokasinya nggak jelas.
“Misalnya anggaran bantuan rumah sakit itu tidak tahu isinya apa, tapi perkiraan saya tidak relevan. Belum tentu itu kebutuhan dasar. Ada (belanja) salah satu rumah sakit di Jabar Rp 10 miliar, dan saat ini ditolak oleh bupati terpilih karena bantuan itu terindikasi tidak dibutuhkan oleh rumah sakit. Orang yang mengusulkannya hari ini sudah jadi tersangka dalam kasus lain,” kata Dedi tanpa menyebut daerah dimaksud.
“Jadi intinya, di Dinkes dan Disdik, terjadi penumpukan anggaran,” lanjutnya.
Dia memperkirakan, anggaran belanja yang tidak penting itu mencapai antara Rp 2 triliun hingga Rp 4 triliun.
Menurut Dedi, bila rangkaian belanja yang tidak efisien itu terjadi, misalnya kalau per tahun Rp 4 triliun, kemudian dikali lima tahun maka totalnya mencapai Rp 20 triliun.
“Berarti ada Rp 20 triliun anggaran yang dibelanjakan bukan pada kebutuhan dasar. Padahal anggaran itu bisa dialokasikan untuk kebutuhan mendasar dan lebih penting. Misalnya, kebutuhan perbaikan jalan di Jabar itu Rp 7 triliun,” katanya.
Selain itu, dia menambahkan, di Jabar ada sekitar 100.000 kepala keluarga yang belum teraliri listrik, maka anggaran itu sebagian bisa dialokasikan untuk listrik.
“Jadi anggaran kita itu cukup jika dikelola dengan baik, sehingga Jabar akan maju. Tidak akan ada lagi keributan soal penerimaan siswa baru karena kekurangan sekolah kalau kita mampu belanja dengan baik,” kata Dedi.
Anggaran belanja lain yang dianggap tidak penting adalah kegiatan seremoni mencapai Rp 200 miliar. Lalu ada juga honor non ASN yang dianggap tidak tepat mencapai ratusan miliar rupiah.
“Menurut saya kegiatan seremoni tak penting diprediksi (memakan anggaran) Rp 200 miliar. Ada honor tak tepat (tak semestinya) pada non ASN sekitar Rp 120 miliar,” jelasnya.
Dedi mengatakan, analisis anggaran yang dilakukannya itu baru sekilas. Jika dilakukan secara mendalam, maka ia memprediksi makin banyak anggaran belanja tidak penting namun dicantumkan.
“Untuk itu saya akan merombak seluruh kebijakan itu. Diarahkan kepada kepentingan publik,” jelas Dedi.
Dia berjanji, akan selalu mengumumkan secara terbuka item per item dari seluruh aspek-aspel anggaran yang diefisienkan.
“Inshaa Allah, dalam waktu tak terlalu lama ketika saya menjabat nanti anggaran di Jabar akan berubah. Mudah-mudahan ada angka Rp 2 triliun sampai 4 triliun yang bisa kami temukan dan diarahkan untuk belanja publik. Ini akan punya implikasi ekonomi yang sangat kuat,” beber Dedi.