KabarSunda.com- Dalam upaya memperkuat aliansi antara dua kerajaan besar di Jawa Barat, Raja Sanjaya dari Kerajaan Sunda mengambil langkah strategis dengan merencanakan pernikahan politik. Pernikahan ini bertujuan untuk menjalin hubungan lebih erat antara Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh, yang selama ini memiliki sejarah persaingan dan ketegangan.
Menurut sumber istana, pernikahan tersebut direncanakan antara putri Raja Sanjaya dan pangeran dari Galuh. Langkah ini dianggap sebagai strategi jangka panjang untuk memperkuat stabilitas politik dan sosial di wilayah tersebut. “Kami percaya bahwa melalui pernikahan ini, kami dapat membangun ikatan yang lebih kuat dan saling mendukung antara dua kerajaan,” ungkap penasihat politik Raja Sanjaya.
Sejarah mencatat bahwa hubungan antara Sunda dan Galuh tidak selalu harmonis. Namun, dengan adanya inisiatif ini, diharapkan akan tercipta suasana saling pengertian dan kerjasama yang lebih baik. Dalam acara-acara yang direncanakan, akan ada serangkaian ritual budaya yang melibatkan kedua kerajaan, menciptakan kesempatan bagi rakyat untuk berinteraksi dan saling mengenal.
Masyarakat menyambut baik inisiatif ini, dengan banyak yang berharap pernikahan ini bisa membawa kedamaian dan kemakmuran bagi kedua wilayah. “Ini adalah langkah positif untuk mengurangi ketegangan yang ada. Kami sangat mendukung hubungan yang lebih baik antara Sunda dan Galuh,” kata seorang tokoh masyarakat.
Dengan dukungan penuh dari rakyat dan penguasa, diharapkan pernikahan politik ini akan menjadi jembatan untuk mempererat hubungan antara dua kerajaan yang memiliki potensi besar dalam pembangunan daerah. Raja Sanjaya optimis bahwa langkah ini tidak hanya akan membawa manfaat bagi kedua kerajaan, tetapi juga bagi masyarakat yang tinggal di bawah naungan mereka.
Tahta Kerajaan Galuh sepeninggal Raja Sanjaya diwariskan ke Premana Dikusuma, usai sebelumnya mengkudeta Purbasora. Awalnya Sanjaya yang naik tahta jadi raja di Galuh menyerahkan tahta ke Premana Dikusuma, yang masih cucu dari Purbasora. Premana Dikusuma sendiri awalnya merupakan raja di wilayah kekuasaan Galuh. Ia naik tahta menggantikan Sanjaya, karena dianggap memegang teguh beberapa prinsip oleh Sanjaya.
Ketika menjalankan pemerintahan di Galuh itu ia mendapat julukan Begawat Sajalaya. Satu kebijakan yang tak lazim di masa Sanjaya adalah siasat menjalin kemesraan hubungan dengan Kerajaan Sunda, yang sama-sama pecahan Kerajaan Tarumanegara. Seperti diketahui dua kerajaan ini konon kurang memiliki hubungan harmonis dan saling serang. Strategi pernikahan politik dipilih dengan menjodohkan Premana Dikusuma Raja Galuh, dengan Dewi Pangerenyep putri Anggrada, Patih Kerajaan Sunda.
Selain itu, Sanjaya menunjuk putranya yang bernama Tamperan untuk menjadi Patih Galuh sekaligus memimpin pasukan Sunda, yang ada di ibu kota Galuh. Di sisi lain, Premana Dikusuma diketahui awalnya enggan menerima permintaan Sanjaya untuk menjadi Raja Galuh, karena rasa “sungkan”.
Tetapi Premana secara terus terang tidak berani apabila menolak keinginan Sanjaya, sebagaimana dikutip dari buku “Hitam Putih Pajajaran: Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran”. Premana menyebut Sanjaya memiliki wibawa, sama seperti Raja Tarumanagara Purnawarman yang memiliki sifat baik hati, tegas, setia terhadap pasukan, dan apabila sudah menyerang, maka dia tidak kenal ampun terhadap musuh. Sedangkan penolakan yang dilakukan Sempakwaja dan Demunawan adalah salah satu hal berbeda. Sebab, kedua tokoh ini tergolong angkatan tua daripada Sanjaya, sudah sepantasnya harus dihormati. Berposisi sebagai Raja Galuh, menjadikan Premana semakin tidak nyaman. Di satu sisi, dalam memimpin kerajaan ia harus tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Sedangkan di sisi lain, Kerajaan Sunda di bawah tangan Sanjaya merupakan orang yang telah membunuh kakeknya.
Semakin hari jiwa Premana semakin keruh. Ia seperti orang yang memiliki tekanan batin, tetapi tidak ada orang yang tepat menampung ceritanya. Hingga pada akhirnya, Premana memutuskan meninggalkan Kerajaan Galuh dan meminta restu istrinya, Pangrayep untuk bertapa di dekat perbatasan Kerajaan Sunda, Sungai Citarum. Sebelum kepergiannya, ia telah memerintahkan Tamperan untuk memegang Kerajaan Galuh.
Berposisi sebagai raja Galuh, menjadikan Premana semakin tidak nyaman. Di satu sisi, dalam memimpin kerajaan ia harus tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Sedangkan di sisi lain, Kerajaan Sunda di bawah tangan Sanjaya merupakan orang yang telah membunuh kakeknya.
Semakin hari jiwa Premana semakin keruh. Ia seperti orang yang memiliki tekanan batin, tetapi tidak ada orang yang tepat menampung ceritanya. Hingga pada akhirnya, Premana memutuskan meninggalkan Kerajaan Galuh dan meminta restu istrinya, Pangrayep untuk bertapa di dekat perbatasan Kerajaan Sunda, Sungai Citarum. Sebelum kepergiannya, ia telah memerintahkan Tamperan untuk memegang Kerajaan Galuh.