Budaya  

Dongeng Sunda “Si Buncir: Anak Jelata Menjadi Pangeran”

Dongeng Sunda si Buncir (Image ytb))

KabarSunda.com- Dongeng tradisional Sunda berjudul “Si Buncir: Anak Jelata Menjadi Pangeran” kembali menarik perhatian masyarakat, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Kisah ini menggambarkan perjalanan seorang anak jelata bernama Buncir yang berjuang menghadapi berbagai rintangan untuk meraih impiannya.

Buncir, yang dikenal karena penampilannya yang unik dan kesederhanaannya, selalu dianggap remeh oleh orang-orang di sekitarnya. Namun, dengan sifatnya yang baik hati dan keberanian yang tak terduga, Buncir berhasil menunjukkan bahwa status sosial bukanlah penentu keberhasilan seseorang. Dalam petualangannya, Buncir menemukan berbagai tantangan, termasuk menyelamatkan kerajaan dari ancaman dan membantu masyarakat yang tertindas.

Acara mendongeng di beberapa sekolah di Bandung dan sekitarnya mengangkat kisah ini sebagai tema utama. Banyak pendongeng yang menampilkan cerita dengan gaya yang interaktif, membuat anak-anak terlibat dan belajar dari nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita.

“Saya ingin anak-anak memahami bahwa keberanian dan kebaikan hati bisa mengubah nasib seseorang,” ujar Bapak Agus, seorang pendongeng yang aktif dalam memperkenalkan budaya lokal.

Melalui acara ini, diharapkan generasi muda tidak hanya terhibur, tetapi juga mendapatkan inspirasi untuk selalu percaya pada diri sendiri dan membantu sesama. Dongeng “Si Buncir” diharapkan dapat terus dilestarikan sebagai bagian dari warisan budaya Sunda yang kaya.

Di Tanah Sunda, banyak terdapat dongeng yang mewarnai budaya masyarakatnya. Salah satu dongeng tersebut adalah tentang Si Buncir, seorang anak jelata yang ditinggalkan ibunya semenjak bayi. Sejak kecil, dia selalu mengalami kesialan dalam hidupnya.

Saat remaja, dalam keadaan hidup yang serba sulit, Si Buncir memutuskan untuk meninggalkan Kampung Ciherang, tempat ia dilahirkan. Tujuannya mencari pekerjaan baru demi mengubah nasibnya, meskipun dia sendiri tidak tahu harus pergi ke mana. Ia berniat menembus hutan yang selama ini memisahkan Kampung Ciherang dari dunia luar.

Selama perjalanannya, Si Buncir mengalami serangkaian kejadian sial yang ironisnya, membawa dampak baik dalam kehidupannya. Melalui berbagai penderitaan, dia akhirnya menikahi putri raja Kerajaan Salaka dan menduduki tahta kerajaan.

Si Buncir dikenal sebagai anak jelata asli Kampung Ciherang dengan ciri kulitnya yang hitam dan perutnya yang buncit. Bapaknya bekerja sebagai penyabit rumput, dan hasil kerjanya selalu tidak menentu, sering kali hanya dibayar dengan makanan atau pakaian bekas.

Dalam suasana kesepian, Si Buncir kerap membayangkan pertemuan dengan ibunya yang telah tiada. Meskipun memiliki teman sebaya, ia lebih cenderung menikmati kesendirian dan berimaginasi. Suatu hari, Si Buncir mencoba mencari ikan dengan menggunakan bubu, tetapi ia hanya mendapatkan serangga kecil yang disebut anggay-anggay. Anggay-anggay ini pun menjadi teman bermainnya. Namun, dengan cepat kesialan datang saat anggay-anggay tersebut dipatuk ayam milik tetangga.

Setelah kehilangan anggay-anggay, berbagai benda berharga lainnya miliknya juga mengalami nasib buruk, termasuk ayam yang mati tertimpa alu, dan kerbau yang hilang tertimpa buah limus. Dalam keputusasaannya, Si Buncir meminta izin pada bapaknya untuk pergi merantau demi mencari kehidupan yang lebih baik.

Dengan bekal nasi timbel dan beberapa limus, Si Buncir berangkat, menyusuri hutan hingga tiba di ibu kota Kerajaan Salaka. Di sana, di tengah aktivitas yang ramai, dia melihat putri mahkota, Mayangsari, dan menyampaikan niatnya mencari pekerjaan. Sayangnya, tanpa sadar, buah limus yang ditinggalnya menjadi incaran putri.

Mendapati barangnya hilang, Si Buncir menuntut ganti rugi kepada putri, yang akhirnya menyebabkan sebuah menarik situasi di kerajaan. Permintaan Si Buncir didengar raja, dan di bawah tekanan moral mengenai keadilan, putri harus menikahi Si Buncir.

Sementara itu, Penitipan Si Buncir kepada patih raja menghasilkan transformasi besar. Dalam kurun waktu yang panjang, Si Buncir tumbuh menjadi pemuda yang tampan, gagah, dan cerdas, hingga dia dikenal dengan nama Pangeran Gandarasa.

Pangeran Gandarasa akhirnya melangsungkan pernikahan dengan putri Mayangsari dan keduanya mewarisi tahta Kerajaan Salaka yang makmur. Di bawah pemerintahan mereka, rakyat hidup sejahtera. Namun, mengenang masa lalunya, Pangeran Gandarasa berusaha memanggil bapaknya, Ki Jukut, kembali ke istana.

Atas izin sang istri, para punggawa kerajaan dengan segera mencari Ki Jukut di Kampung Ciherang. Setelah banyak usaha, akhirnya Ki Jukut dibawa ke istana. Melihat diri anaknya dalam balutan kemewahan kerajaan, Ki Jukut terkejut sampai Pangeran Gandarasa memperkenalkan dirinya sebagai Si Buncir adalah anaknya yang hilang.

Ki Jukut menjalani hidup yang layak di istana dan menemukan kebahagiaan. Kehadirannya membawa sukacita tidak hanya bagi Pangeran Gandarasa, tetapi juga bagi seluruh anggota keluarga kerajaan dan rakyat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *