KabarSunda.com-Di tengah hiruk-pikuk modernisasi yang perlahan mengikis jejak-jejak masa lalu, tiga pabrik gula bersejarah di wilayah Cirebon Timur kini diajukan untuk menjadi destinasi wisata heritage.
Ketiga pabrik tersebut bukan hanya sekadar tempat pengolahan tebu menjadi gula.
Mereka adalah saksi bisu perjalanan waktu, dari masa kolonial hingga kini, menyimpan cerita yang tertanam dalam besi tua, cerobong asap yang tinggi menjulang dan lantai pabrik yang telah diinjak oleh generasi demi generasi pekerja.
Gagasan ini pertama kali mencuat ketika Penjabat (Pj) Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya, mengunjungi ketiga pabrik tersebut dalam rangkaian perjalanan dinasnya.
Berdiri di tengah megahnya mesin-mesin raksasa yang telah berusia hampir seabad, ia berbicara tentang potensi besar yang terpendam di balik tembok-tembok yang diam itu.
“Pabrik-pabrik ini bukan hanya alat produksi.”
“Melainkan juga warisan sejarah yang perlu kita jaga.”
“Dengan sentuhan yang tepat, mereka bisa menjadi ruang edukasi dan destinasi wisata yang menghubungkan kita dengan masa lalu, sambil menciptakan peluang ekonomi di masa depan,” ujar Wahyu dengan mata yang berbinar
“Ini juga bisa jadi pemasukan buat desa,” ucapnya sambil menatap pabrik yang dulu kerap ia lewati saat kecil.
Namun, tidak semua warga memiliki pandangan serupa.
Siti (48), tetangga Hadi, justru memandang rencana ini dengan mata penuh kekhawatiran.
“Kalau lahan warga sampai digusur, kami jelas akan keberatan,” jelas dia, tegas.
Baginya, modernisasi tidak boleh mengorbankan kesejahteraan masyarakat lokal.
Sementara itu, Ardi, Ketua Karang Taruna setempat, berharap pemerintah tidak hanya berhenti pada sekadar wacana.
Baginya, yang terpenting adalah keseriusan pemerintah dalam merealisasikan rencana ini.
“Kalau mau jadi wisata heritage, infrastrukturnya harus benar-benar siap,” katanya.
Dinas Pariwisata Kabupaten Cirebon mengamini harapan masyarakat.
Dalam pernyataannya, mereka menyebutkan bahwa pengembangan wisata heritage ini bukan hanya soal melestarikan sejarah, tetapi juga membuka peluang bagi warga sekitar untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
PG Sindanglaut, salah satu pabrik yang menjadi pusat perhatian, menyimpan daya tarik tersendiri.
Mesin-mesin tua yang masih digunakan hingga kini adalah simbol dari ketangguhan masa lalu.
Bahkan, beberapa di antaranya berasal dari tahun 1923, menjadikannya bukan hanya sekadar pabrik, melainkan juga museum hidup.
Rony Kurniawan, General Manager PG Sindanglaut, menuturkan semangat timnya untuk mendukung rencana ini.
“Kami ingin pabrik ini tidak hanya menjadi tempat produksi gula, tetapi juga ruang bagi masyarakat untuk mengenang sejarah,” ujar Rony, sambil menunjukkan mesin tua yang masih bekerja seperti di masa jayanya.
Pabrik-pabrik gula ini, yang dulunya berdiri megah sebagai pusat industri pada masa kolonial, kini menghadapi takdir baru, di mana menjadi penghubung antara masa lalu yang telah berlalu dan masa depan yang menjanjikan.
Jika rencana ini terwujud, tidak hanya wisatawan yang akan datang, tetapi juga harapan-harapan baru akan bertumbuh di antara bangunan tua yang penuh cerita itu.
Karena di balik setiap dinding pabrik, ada kisah yang menunggu untuk diceritakan, ada masa lalu yang ingin diingat dan ada warisan yang harus dijaga untuk generasi yang akan datang.