Budaya  

Si Kabayan: Antara Cerita Fiktif dan Kisah Nyata

Ilustrasi Dongeng Si Kabayan Asal Jawa Barat (ppid.bandung.go.id)

KabarSunda.com- Si Kabayan, tokoh legendaris dari tanah Sunda, kembali mencuri perhatian publik. Dengan kisah-kisahnya yang lucu dan penuh kebijaksanaan, Si Kabayan telah menjadi simbol kearifan lokal yang tak lekang oleh waktu. Namun, seiring dengan popularitasnya, muncul pertanyaan: Apakah Si Kabayan murni karakter fiktif ataukah diangkat dari kisah nyata?

Dalam banyak cerita, Si Kabayan digambarkan sebagai seorang pemuda yang cerdik dan humoris, sering kali terjebak dalam berbagai situasi yang menggelikan. Ia mewakili sifat-sifat masyarakat Sunda, seperti kesederhanaan dan kebijaksanaan. Meski banyak elemen dalam ceritanya tampak fantastis, banyak yang percaya bahwa karakter Si Kabayan terinspirasi oleh sosok nyata yang hidup di daerah pedesaan pada zaman dahulu.

Peneliti budaya, Dr. Rahmat Hidayat, menjelaskan, “Meskipun tidak ada bukti konkret tentang keberadaan Si Kabayan sebagai individu nyata, banyak unsur dalam kisahnya mencerminkan nilai-nilai dan tradisi masyarakat Sunda yang sebenarnya. Karakter ini berfungsi sebagai cerminan kehidupan sehari-hari, konflik, dan solusi yang ditemukan oleh masyarakat.”

Pusat Studi Budaya Sunda di Bandung kini tengah menggelar pameran yang mengeksplorasi asal-usul Si Kabayan. Pameran ini tidak hanya menampilkan berbagai karya seni yang terinspirasi oleh Si Kabayan, tetapi juga menghadirkan narasumber yang berbagi tentang bagaimana tokoh ini mempengaruhi budaya dan masyarakat Sunda hingga saat ini.

“Si Kabayan adalah jembatan antara tradisi dan modernitas. Ia mengajarkan kita untuk tidak hanya menghadapi masalah dengan serius, tetapi juga dengan humor,” ungkap Rina, salah satu pengunjung pameran.

Cerita Si Kabayan dikenal oleh masyarakat di seantero Indonesia, setelah cerita mengenai sosok lelaki yang bodor, pemalas, terkesan bodoh, namun kerap kali tampil cerdas, itu berulang kali dibuat film.
Katakanlah film berjudul “Si Kabayan” (1975) besutan sutradara Sofyan Sharna dan dibintangi sosok yang sangat Sunda, Raden Aang Kusmayatna atau akrab dengan panggilan Kang Ibing bersama Lenny Marlina.

Ada pula “Si Kabayan dan Anak Jin” (1991), besutan Eddy D Iskandar. Bintangnya, Didi Petet dan Nike Ardila. Lalu “Si Kabayan Saba Metropolitan” (19912) besutan sutradara Maman Firmansjah. Pemerannya Didi Petet dan Nike Ardila. Sutradara yang sama juga membuat “Si Kabayan Cari Jodoh” (1994), dibintangi Didi Petet dan Desy Ratnasari.

Terakhir, “Kabayan Jadi Milyuner” (2010), dibintangi Jamie Aditya dan Rianti Cartwright, yang sama-sama bertalian darah dengan Sunda. Jamie Aditya adalah cucu sastrawan Indonesia berdarah Sunda, Achdiat Kartamihardja, sementara Rianti adalah aktris keturunan Wales-Sunda.

Asal-usul Si Kabayan

Cerita Si Kabayan dikisahkan secara lisan dari lidah rakyat ke lidah rakyat Sunda lainnya, jauh sebelum cerita itu ditulis menjadi bentuk naskah. Jika mencari rujukan cerita ini dalam tumpukan naskah-naskah Sunda kuno seperti jenis cerita pantun atau wawacan, mungkin tidak akan ditemukan.

Studi dalam Jurnal Wacadesain Volume 2 nomor 2 tahun 2021 menyebutkan, sebabnya, cerita ini berbeda dengan cerita pantun atau wawacan yang mengisahkan dongeng-dongeng tentang tokoh yang merupakan raja atau anak raja dari Kerajaan Sunda. Cerita Si Kabayan lahir dari dan tumbuh di kalangan rakyat.

Si Kabayan sendiri merupakan seorang lelaki yang tidak punya pekerjaan “formal”. Sebagai manusia Sunda yang dekat dengan alam, untuk mendapatkan penghidupan sehari-hari, dia mencarinya dari alam. Misalnya dengan cara marak mencari ikan di sungai, berburu rusa bersama masyarakatnya, atau memanen umbi dan buah-buahan dari kebun mertuanya.

Jakob Sumardjo, dikutip Jurnal Wacadesain menyebutkan ada empat struktur dalam cerita-cerita Si Kabayan. Yaitu suatu cerita bisa memuat salah satu dari empat struktur itu: Pasangan antara Si Kabayan dengan istrinya Si Iteung atau di Banten dikenal sebagai Si Kendeng; Pasangan oposisi yaitu Si Kabayan dengan bapak mertuanya; Pasangan saling melengkapi yaitu Si Kabayan dengan ibu mertuanya atau neneknya; Pasangan adu kecerdasan, yaitu Si Kabayan dengan masyarakatnya.

Dari tradisi lisan, kemudian Si Kabayan ditulis sebagai cerita-cerita yang dapat dibaca. Sumber tulisan-tulisan itu tiada lain merupakan cerita lisan yang berkembang di seluruh wilayah berpenutur bahasa Sunda, sejak Banten hingga Priangan.

Lina Maria Coster-Wijsman bahkan berhasil mengumpulkan lebih dari 80 cerita Si Kabayan dari wilayah paling barat tanah Sunda itu. Temuan Coster-Wijsman yang merupakan disertasi tahun 1929 di Universitas Kerajaan Belanda itu lantas dibukukan, berjudul “Si Kabayan: Cerita Lucu di Indonesia Terutama di Tanah Sunda”, diterbitkan Pustaka Jaya, 2008.

Kisah Si Kabayan terus berkembang, dengan banyak seniman dan penulis yang menciptakan karya baru yang terinspirasi oleh tokoh ini. Di era digital, Si Kabayan juga hadir di berbagai platform media sosial, menarik perhatian generasi muda dan memperkenalkan kearifan lokal kepada audiens yang lebih luas.

Dengan berbagai inisiatif ini, diharapkan Si Kabayan tetap hidup dalam ingatan dan hati masyarakat, sebagai simbol kebudayaan yang kaya dan berharga. Apakah fiktif atau nyata, Si Kabayan adalah bagian penting dari warisan budaya Sunda yang patut dilestarikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *