Budaya  

Menelusuri Sejarah Gedung Sate dan Keunikan Arsitekturnya

Gedung Sate Jl.Diponegoro No.22 Bandung.(Dok-int)

KabarSunda.com-Bangunan yang kini menjadi kantor Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) ini tidak hanya menjadi pusat aktivitas birokrasi, tetapi juga objek wisata yang menarik perhatian banyak orang.

Gedung Sate didirikan pada masa penjajahan Belanda, tepatnya pada tahun 1920. Pembangunan gedung ini berawal dari pemerintah Hindia Belanda ingin memindahkan pusat pemerintahannya dari Meester Cornelis di Batavia ke Bandung.

Tujuan tersebut untuk mengembangkan Bandung sebagai kota administratif dan pusat militer, sehingga dibangunlah gedung ini sebagai pusat aktivitas pemerintahan Belanda yang diberi nama Gouvernements Bedrijven atau Kantor Pemerintahan Daerah.

Kemudian, gedung ini digunakan oleh Belanda untuk kantor Department Verkeer en Waterstaat (Departemen Pekerjaan Umum dan Pengairan) dan Hoofdbureau Post Telegraaf en Telefoondienst (Pusat Pos, Telegraf, dan Telepon).

Pembangunan Gedung Sate dirancang dan diketuai oleh arsitek Belanda bernama V.L. Sloors dan bekerja sama dengan tim pimpinan lainnya yaitu Ir. J. Gerber, Eh. De Roo, dan G. Hendriks.

Gedung Sate menjadi salah satu proyek pembangunan besar yang mempekerjakan sedikitnya 2.000 tenaga kerja, yakni 150 orang ahli pengukir batu nisan dan kayu asal China dan penduduk sekitar Bandung.

Gedung Sate selesai dibangun pada tahun 1924 dan hingga saat ini masih berdiri menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting di Indonesia, terutama di Jawa Barat dan Bandung.

Keunikan dari Gedung Sate adalah perpaduan nuansa arsitektur Eropa dan Nusantara yang harmonis dan menawan. Desain gedung yang digunakan menerapkan gabungan gaya Neoklasik dan Art Deco, sehingga terkesan modern dan megah.

Daya tarik utama Gedung Sate ialah bentuk puncak atap menyerupai tusukan sate yang disebut “Turret” dan menjadi salah satu elemen yang menginspirasi nama bangunan ini.

Selain itu, jumlah bentuk tusuk sate yang terdiri dari enam buah tersebut melambangkan enam juta gulden yaitu biaya yang dihabiskan untuk membangun Gedung Sate ini.

Jika kawasan Gedung Sate terdeteksi adanya serangan, didalam puncak gedung ini memiliki alarm otomatis yang akan berbunyi dengan kencang dan bisa terdengar sampai luar wilayah Bandung.

Kemudian, arsitektur lainnya seperti desain jendela Gedung Sate yang menerapkan model Moor Spanyol dan atap gedung yang terinspirasi dari bentuk pura di Bali.

Bentuk Gedung Sate pun dibangun dengan pola simetris dan lengkungan berulang-ulang, sehingga tercipta visual bangunan yang sangat unik.

Hiasan-hiasan relief pun menghiasi dinding bangunan Gedung Sate ini. Pahatan relief tersebut menggambarkan sejarah tentang perjalanan panjang tentang masyarakat Jawa Barat dan perkembangan Gedung Sate.

Banyak wisatawan yang datang untuk melihat langsung keindahan dan keunikan arsitektur Gedung Sate ini.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga mengizinkan sebagian area Gedung Sate untuk dikunjungi oleh masyarakat, terutama pada bagian gedung museum sebagai fasilitas wawasan tentang sejarah pembangunan gedung ini dan seni budaya tradisi daerah Bandung yang dikenal Museum Gedung Sate.

Selain mesum, terdapat Taman Gedung Sate yang dihiasi air mancur dan lampu cantik yang menyala ketika malam hari, menjadi salah satu destinasi para wisatawan untuk sekedar berfoto-foto bahkan bersantai. Tak jarang taman ini sering digunakan sebagai tempat event besar di Kota Priangan ini.

Gedung Sate menjadi bukti arsitektur yang mencerminkan identitas budaya dan sejarah Kota Bandung. Selain berfungsi sebagai kantor pemerintahan, gedung ini tetap menjadi kebanggaan masyarakat Jawa Barat dan salah satu peninggalan bersejarah yang terus dijaga tetap lestari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *